Menempa jalan ke depan

Diperintahkan untuk bekerja dari rumah selama pandemi, PT Trimegah Asset Management harus menerapkan cara bekerja baru secepat mungkin.

Orang-orang Indonesia tidak mudah terguncang. Bagaimanapun, mereka tinggal di wilayah di mana gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi terjadi sesekali. Jadi, ketika Covid-19 pertama kali muncul di Cina akhir tahun lalu dan menyebar ke Asia Tenggara pada bulan Januari dan Februari, mereka tetap tenang.

Mengingat pikirannya pada saat itu, Ibu Vega Henrietta, Kepala Operasi dan Pelunasan di pengelola dana PT Trimegah Asset Management, berkata, “Kami tidak menyangka virus ini akan berdampak pada kami karena SARS tidak berdampak pada kami. Nyatanya, tidak ada virus mematikan lainnya dari negara lain yang pernah berdampak sebesar ini di Indonesia.”

Ketika negara-negara tetangga menerapkan peraturan pembatasan sosial dan kerja dari rumah, segalanya berjalan seperti biasa di Indonesia. Semuanya berubah pada tangga 2 Maret ketika Presiden Joko Widodo mengkonfirmasi 2 kasus pertama Covid-19 di negara itu.

Ketika jumlahnya bertambah dan memuncak ke 117 kasus di pertengahan Maret, perusahaan-perusahaan seperti PT Trimegah mengambil tindakan dan memerintahkan para staf untuk bekerja secara digital dari rumah. Ini adalah cara baru bekerja dan menimbulkan masalah remeh yang mengganggu. Di antara beberapa masalah utama yang menjadi perhatian adalah apakah sistem IT mereka dapat menyediakan koneksi yang mulus untuk pekerjaan mereka.

Dengan aset sebesar sekitar 15 triliun rupiah di bawah pengelolaan PT Trimegah, masalah utama Ibu Henrietta adalah menyelesaikan secara daring transaksi dengan kontrak yang baik. Yang biasa dilakukan adalah meminta klien mengirim salinan perjanjian yang telah ditandatangani melalui fax tetapi hal ini menjadi halangan ketika karyawan harus bekerja dari rumah.

“Kami meyakinkan klien-klien kami bahwa pekerjaan kami akan tetap berjalan mulus karena kami memiliki dukungan TI dan vendor yang sangat baik dan kami berkoordinasi langsung dengan bank kustodian (DBS) kami, para pialang dan Bursa Efek Indonesia,” tambahnya.

Untungnya, DBS sudah memiliki beberapa sistem untuk membantu basis investor institusionalnya untuk mendigitalkan operasi finansial mereka. DBS IDEAL, platform perbankan daring korporat milik bank DBS, adalah solusi sempurna untuk Ibu Henrietta dan klien-kliennya.

“Kebanyakan pelanggan kami sudah memiliki platform ini, tapi hanya menggunakannya untuk hal-hal dasar seperti memeriksa saldo rekening dan tidak memanfaatkan seluruh fungsinya,” ujar Michael Sidarta, seorang manajer perhubungan di DBS Indonesia.

“Ketika kami mulai bekerja dari rumah di awal bulan Maret, kami mengantisipasi pelanggan kami akan membutuhkan bantuan dalam menggunakan beberapa fitur IDEAL yang lebih canggih dan mulai menghubungi mereka.”

Karena para pelanggan ini perlu segera mahir, tim DBS memusatkan perhatian pada kebutuhan mereka secara spesifik, terutama dalam mengotentikasikan transaksi digital. Tim mereka juga mempercepat proses pengaturan layanan yang dibutuhkan dan siap sedia 24 jam seminggu untuk menyelesaikan masalah apapun.

“Semuanya dilakukan untuk mereka melalui jaringan digital kami dan kami memiliki tim pendukung yang membantu tiap orang untuk menjalankan IDEAL dengan lebih percaya diri sesuai dengan kebutuhan mereka hanya dalam dua minggu,” tambahnya.

Dengan platform ini, kini Ibu Henrietta dan klien-kliennya tidak perlu mengotentikasi transaksi mereka melalui dokumen cetak bertandatangan.

“Kami mendapati bahwa bekerja dari rumah kini bisa jadi sebuah solusi jika di masa datang kita menghadapi situasi yang membuat kita tidak bisa ke kantor,” ujarnya. “IDEAL kini dapat membantu kami memantau transaksi kami dan menjalankan persetujuan harian kami.”