Lansia Indonesia Tembus 20% pada 2045, DBS Foundation Gelar ‘Impact Beyond Dialogue’ untuk Tingkatkan Kesiapan Hadapi Populasi Menua | English
Acara ini dihadiri oleh Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono, Head of DBS Foundation and DBS Group Strategic Marketing and Communications Karen Ngui, Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia Lim Chu Chong, Pendiri Alzheimer Indonesia Dy Suharya, Presiden Direktur Living Well Seniors Communities Benjamin Cass, Komisaris Mayapada Hospital Grace Tahir, Direktur Utama PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono dan Content Creator Raymond Chin.
Data oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 menunjukkan bahwa proporsi lansia meningkat dari 9,78 persen pada 2020 menjadi 11,75 persen atau sekitar 32 juta jiwa. Proyeksinya jelas: pada 2030, Indonesia akan resmi memasuki era ageing population dengan lebih dari 14 persen penduduk berusia di atas 60 tahun. Menjelang puncak “Indonesia Emas” pada 2045, angka ini diperkirakan mencapai 63 juta jiwa, dengan satu dari lima warga Indonesia akan berusia di atas 60 tahun atau setara dengan 20 persen dari total populasi.
Head of DBS Foundation and DBS Group Strategic Marketing and Communications Karen Ngui mengatakan, "Penuaan penduduk bukan sekadar tantangan, tetapi jika dipersiapkan dengan baik, justru bisa kita lihat sebagai peluang luar biasa. Kami percaya bahwa setiap individu, termasuk lansia, memiliki potensi berkontribusi bermakna bagi masyarakat. Maka dari itu, prioritas program DBS Foundation saat ini adalah membangun kemitraan dalam menciptakan solusi inovatif untuk mempersiapkan setiap orang menuju masyarakat menua dengan hidup sehat, bermakna, dan penuh martabat, salah satunya melalui Impact Beyond Dialogue. Dengan ini, DBS Foundation ingin mengubah narasi dari memandang lansia sebagai beban menjadi bagian dari solusi.”
Perubahan struktur demografi di satu sisi membawa tantangan lintas sektor, namun juga membuka peluang strategis dalam pengembangan silver economy, yaitu aktivitas ekonomi yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan dan pemberdayaan kelompok lansia.
Gotong Royong antara Pemerintah, Swasta, & Masyarakat untuk Menghadapi Masyarakat Menua
Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D mengapresiasi diskusi mengenai isu penuaan dalam konteks bonus demografi. “Biasanya, orang membahas bonus demografi dari sisi melimpahnya usia produktif. Tapi kali ini, kita juga melihat tantangan penuaan yang muncul secara bersamaan,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa pemerintah tidak hanya berupaya meningkatkan angka harapan hidup, tetapi juga kualitas hidup lansia melalui pendekatan HALE (health-adjusted life expectancy). Menurutnya, peningkatan kualitas hidup lansia membutuhkan ekosistem yang inklusif—mulai dari kebijakan yang tepat hingga peran aktif masyarakat dan sektor swasta.
“Life expectancy orang Indonesia saat ini mencapai 72,39 tahun, tapi HALE-nya baru 63 tahun. Artinya, meskipun usia hidup meningkat, hampir 10 tahun di antaranya belum tentu dalam kondisi sehat,” ungkapnya. “Inilah yang menjadi prioritas Kementerian: tidak hanya menaikkan angka harapan hidup, tetapi juga memastikan lansia menjalani hidup yang sehat dan berkualitas.”
Pendiri Alzheimer Indonesia & Regional Director Alzheimer’s Disease International Dy Suharya menegaskan pentingnya pemberdayaan bagi kelompok lansia di Indonesia. “Usia 60 ke atas masih panjang perjalanannya. Mereka harus diberdayakan, bukan dianggap beban,” ujar Dy Suharya, menggarisbawahi pentingnya menghargai potensi dan martabat para lansia.
Meskipun strategi nasional terkait perawatan dan kesehatan lansia telah ada, ia menyoroti bahwa implementasi dan evaluasinya masih sangat terbatas. “Strategi nasional sudah ada, tapi pelaksanaan dan pemantauannya masih minim. Kita sangat membutuhkan sinergi konkret dari seluruh pihak untuk menciptakan dampak yang nyata. Seruan ini menekankan perlunya kerja sama yang lebih kuat antara pemerintah, sektor swasta, organisasi komunitas, organisasi profesi, dan masyarakat luas.
Pelajaran dari Negara Asia Lain untuk Indonesia dan Peluang Investasi Silver Economy
Forum diskusi ini juga menampilkan beberapa studi kasus dari negara-negara lain. President Director Living Well Seniors Communities Benjamin Cass membagikan pelajaran yang dapat dipetik Indonesia dari negara-negara seperti Jepang, Singapura, hingga Australia yang telah lebih dulu menghadapi tantangan populasi menua.
"Indonesia memiliki sekitar 14-15 ahli gerontologi untuk mendukung negara yang terdiri dari 275 juta jiwa. Ini kontras jika dibandingkan dengan Australia yang memiliki 1.000 ahli untuk 30 juta warga,” jelas Benjamin Cass. “Selain itu, menurut saya, tidaklah wajar bila lansia harus menghabiskan 10-15 tahun setelah pensiun hanya duduk menonton televisi. Kita perlu jujur menghadapi realitas ini. Masa tua harus produktif dan bermakna, dihabiskan bersama keluarga dan teman, bukan sebagai warga tidak produktif yang hanya menunggu waktu.”
Ia juga menerangkan perlunya investasi terhadap infrastruktur untuk populasi menua, seperti Singapura yang menganggarkan SGD100 juta untuk 200 pusat perawatan lansia. Lebih dari itu, diskusi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan seluruh pemangku kepentingan menjadi krusial untuk mencegah keadaan ini berkembang menjadi masalah di kemudian hari.
Selain itu, Bank DBS Indonesia juga melakukan studi yang bertajuk DBS Ageing Society pada bulan April-Mei 2025. Survei yang dilakukan online terhadap 400 responden dari usia 22-59 tahun yang berada di Jakarta, Surabaya dan Medan ini mengungkap kesenjangan nyata antara harapan masyarakat dan kesiapan institusi dalam menghadapi era populasi menua:
69 persen responden masih mengandalkan keluarga sebagai sumber dukungan emosional di masa tua.
Hanya 41 persen yang percaya pemerintah siap menghadapi tantangan ini, dengan skeptisisme tertinggi muncul dari kelompok usia 44-59 tahun (66 persen menilai pemerintah belum siap)
Sebaliknya, 53 persen responden menilai sektor swasta lebih siap melalui berbagai program pensiun
Tiga prioritas utama yang diharapkan dari pemerintah adalah peningkatan akses layanan kesehatan (43 persen), peluang kerja dan pengembangan keterampilan bagi lansia (28 persen), serta dukungan sistem pensiun (28 persen).
Hasil ini mempertegas urgensi kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam membangun ekosistem silver economy yang inklusif. DBS Indonesia berkomitmen mendukung solusi holistik menghadapi tantangan penuaan populasi melalui pendekatan finansial dan sosial yang berdampak.
Inovasi Sektor Perbankan untuk Layanan Keuangan yang Inklusif
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia Lim Chu Chong menekankan bahwa inklusivitas lansia juga harus tercermin dalam solusi perbankan dan layanan pelanggan bagi nasabah.
"Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2023, hanya 33,53 persen lansia yang memiliki tabungan di lembaga keuangan. Data terbaru dari survei kami juga menunjukkan kesenjangan pengetahuan yang serius—meski 74 persen orang Indonesia mengaku memiliki rencana pensiun, 36 persen generasi muda usia 22-27 tahun tidak tahu cara memulai perencanaan pensiun," ungkap Lim Chu Chong.
Temuan survei DBS Ageing Society bahkan mengungkap fenomena yang mengejutkan: kelompok usia 44-59 tahun yang mendekati masa pensiun justru menunjukkan kesiapan perencanaan pensiun terendah (66 persen), lebih rendah dibanding generasi lebih muda (77 persen responden usia 22-43 tahun mengaku sudah punya perencanaan pensiun). Kendati demikian, sebagai kompensasi, mereka memiliki strategi investasi yang lebih matang, dengan 52 persen mengandalkan properti, 43 persen kepemilikan bisnis, dan 35 persen pendapatan pasif. Ini berbeda dengan generasi muda yang masih bergantung pada tabungan konvensional.
"Sebagai bank yang digerakkan oleh tujuan positif, Bank DBS Indonesia berkomitmen mendampingi nasabah di setiap fase kehidupan melalui solusi perbankan yang mendukung kesiapan pensiun hingga perencanaan kekayaan lintas generasi," kata Lim Chu Chong. "Terlebih lagi, 69 persen masyarakat terbuka untuk bekerja pasca-pensiun, yang mencerminkan pergeseran mindset dari pensiun sebagai akhir karier menjadi babak baru yang produktif."
Merespons tren ini, ia menambahkan bahwa sektor keuangan memiliki peran strategis dalam membangun silver economy. "Dengan menyediakan layanan inklusif, mendorong edukasi finansial, dan menjalin kemitraan dengan sektor kesehatan serta wirausaha sosial, kami ingin menciptakan dampak lebih luas. Ke depan, kami akan mengeksplorasi kolaborasi lintas industri untuk merancang produk perbankan yang holistik bagi lansia, agar mereka tetap aktif secara ekonomi, finansial, dan sosial."
Seluruh upaya ini sejalan dengan pilar keberlanjutan Bank DBS Indonesia yang ketiga, yakni Impact Beyond Banking, dalam mencapai tujuan untuk menjadi ‘Best Bank for a Better World’.
Saksikan tayangan “Impact Beyond Dialogue - Future-Proofing Indonesia: From Demographic Bonus to Ageing Readiness” di CNN TV pada Kamis, 12 Juni 2025 pukul 21.00 WIB.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai inisiatif DBS Foundation terkait masyarakat menua atau ageing society, silakan kunjungi www.dbs.com/foundation/ageing
[SELESAI]
Tentang DBS Foundation
DBS Foundation berkomitmen untuk meningkatkan kehidupan dan penghidupan mereka yang membutuhkan.
Sejak tahun 2014, DBS Foundation telah mendukung bisnis-bisnis inovatif yang memberikan dampak–bisnis yang berfokus pada penanganan permasalahan sosial utama dan mencapai keuntungan melalui solusi yang berdampak dan bertujuan mulia. Melalui pendanaan filantropi, peningkatan kapasitas, pendampingan, dan langkah-langkah dukungan lainnya, DBS Foundation mengkatalisasi pertumbuhan dan dampak dari bisnis-bisnis yang berorientasi pada tujuan ini.
DBS Foundation berupaya untuk memicu perubahan positif dengan membantu masyarakat yang kurang mampu dan membangun keadaan yang lebih baik. Hal ini termasuk menyediakan kebutuhan dasar bagi mereka yang tidak mampu dan mendorong inklusi dengan membekali mereka dengan keterampilan literasi keuangan dan digital.
DBS Foundation juga bekerja sama dengan mitra-mitra lain yang selaras untuk mendorong perubahan yang berkelanjutan. Visinya adalah untuk memicu tindakan kolektif untuk membantu membangun dunia yang lebih baik; untuk menjadikan setiap hari lebih baik dan hari esok yang lebih cerah.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi: www.dbs.com/dbsfoundation.
Tentang DBS
DBS adalah grup jasa keuangan terkemuka di Asia, dengan kehadiran di 19 negara. Berkantor pusat dan terdaftar di Singapura, DBS berada dalam tiga sumbu pertumbuhan utama Asia: Tiongkok, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Peringkat kredit "AA-" dan "Aa1" DBS termasuk yang tertinggi di dunia.
Dikenal dengan kepemimpinan globalnya, DBS dinobatkan sebagai “World’s Best Bank” oleh Global Finance, “World’s Best Bank” oleh Euromoney dan “Global Bank of the Year” oleh The Banker. DBS berada di garis terdepan dalam memanfaatkan teknologi digital untuk membentuk masa depan perbankan, yang terpilih sebagai “World’s Best Digital Bank” oleh Euromoney dan “Most Innovative in Digital Banking” di dunia oleh The Banker. Selain itu, DBS mendapatkan penghargaan “Safest Bank in Asia“ dari Global Finance selama 16 tahun berturut-turut sejak 2009 hingga 2024.
DBS menyediakan layanan perbankan menyeluruh bagi seluruh nasabah di segmen ritel, UKM, dan korporasi. Sebagai bank yang lahir dan besar di Asia, DBS memahami seluk-beluk berbisnis di pasar yang paling dinamis di kawasan ini.
Didirikan pada tahun 1989 sebagai bagian dari DBS Group yang berbasis di Singapura, PT Bank DBS Indonesia (Bank DBS Indonesia) merupakan salah satu bank dengan sejarah terpanjang di Asia. Beroperasi di 1 Kantor Pusat, 13 Kantor Cabang, 16 Kantor Cabang Pembantu, dan 4 Kantor Fungsional serta 3.011 karyawan aktif di 15 kota besar di Indonesia, Bank DBS Indonesia menyediakan layanan perbankan menyeluruh yang berfokus pada pengalaman nasabah untuk ‘Live more, Bank less’. Bank DBS Indonesia pun memiliki tujuan positif yang melampaui perbankan dan berkomitmen untuk mendukung nasabah, karyawan, dan masyarakat menuju masa depan yang berkelanjutan.
PT Bank DBS Indonesia berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) serta merupakan peserta penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
DBS berkomitmen untuk membangun hubungan yang berkelanjutan dengan nasabah dengan perbankan yang sesuai budaya Asia. Melalui DBS Foundation, bank menciptakan dampak positif yang lebih dari sekadar perbankan melalui dukungan kepada wirausaha sosial: bisnis yang berfokus menyeimbangkan profit serta dampak sosial dan/atau lingkungan. DBS Foundation juga berkontribusi kepada masyarakat dalam berbagai hal, termasuk mempersiapkan masyarakat dengan keterampilan yang dibutuhkan di masa depan dan membangun ketahanan pangan.
Dengan jaringan operasional ekstensif di Asia dan menitikberatkan pada keterlibatan dan pemberdayaan stafnya, DBS menyajikan peluang karir menarik. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi www.dbs.com.
dbs-foundation