Normal baru, Indonesia optimis pertumbuhan ekonomi positif | English
Optimistis pertumbuhan positif diiringi dengan stimulus jumbo untuk pemulihan ekonomi pasca Covid-19
Seiring dengan diputuskan menyambut era new normal, Kementerian Keuangan menambah anggaran penanganan Covid-19 dari Rp677,2 triliun menjadi Rp695,2 triliun. Besarnya anggaran tersebut diharapkan dapat membantu menggerakkan perekonomian, terutama saat fase new normal tengah berlangsung. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam Peluncuran Laporan Indonesia Economic Quarterly (IEQ) Juni 2020.
Penambahan anggaran penanganan Covid-19 tersebut terdiri atas biaya kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, bantuan UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp537,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp106,11 triliun.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Hidayat Amir dalam diskusi daring bersama media (17/6) mengatakan angka biaya penanganan tersebut bersifat sementara dan nantinya angka yang sudah pasti akan masuk ke dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020.
Sebelumnya, pada awal Juni 2020 dalam diskusi daring bersama media, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah bahkan berencana memperbesar stimulus untuk penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya pada perekonomian menjadi Rp720 triliun.
Tindakan untuk menambah anggaran penanganan Covid-19 diambil setelah prediksi perekonomian global sangat buruk akibat pandemi Covid-19 ini. Dalam konferensi video bertajuk “Rancangan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021” pada Kamis (23/7), Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa dirinya menghubungi beberapa lembaga terkait proyeksi ekonomi global, seperti Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan minus 6 persen sampai minus 7,6 persen, dan Bank Dunia memprediksi minus 5 persen.
Selain OECD dan Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF) dalam laporannya yang berjudul "World Economic Outlook Update: A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery" juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi negatif 0,3 persen. Namun, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti dalam diskusi daring bertajuk “Perlukah ‘Helicopter Money’ saat krisis Covid-19?” pada Kamis (25/6) mengatakan bahwa BI masih optimis pertumbuhan ekonomi nasional bisa positif. Destry menyebutkan bank sentral belum berencana merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi 2020. Saat ini, bank sentral masih memperkirakan di level 0,9 persen sampai 1,9 persen.
Sama optimistis dengan Bank Indonesia, laporan DBS Chief Investment Office (CIO) Insights memproyeksikan bahwa ekonomi Indonesia akan lekas pulih pasca pandemi. Analisis DBS CIO Insights menyebutkan, pasar Indonesia dan Singapura paling prospektif di kawasan Asia Tenggara dalam fase new normal ini.
DBS CIO Insights untuk kuartal ketiga 2020 menyebut perekonomian kawasan Asia -- tidak termasuk Jepang -- akan pulih paling cepat pasca pandemi Covid-19. Hal ini mengingat upaya penanganan wabah Covid-19 di kawasan tersebut relatif cukup baik.
Di Asia, laporan yang sama merekomendasikan Tiongkok dan Singapura. DBS juga menambahkan Indonesia akan menerima manfaat dari faktor demografis karena besarnya populasi anak muda yang terlibat dalam ekonomi digital. Sementara di ASEAN, DBS merekomendasikan Indonesia dan Singapura. Laporan tersebut juga menuliskan bahwa DBS percaya kenormalan akan segera terjadi di Indonesia setelah kebijakan pembatasan dicabut. Pada hakikatnya, Indonesia adalah negara mandiri dengan populasi pekerja muda dan konsumsi domestik yang bisa mempercepat pemulihan ekonomi.
Selain diuntungkan oleh populasi pekerja muda, menurut Destry, Indonesia memiliki keunggulan lain, yaitu ekonomi domestik Tanah Air yang cukup kuat. Keunggulan ini tidak dimiliki oleh negara lain yang diprediksi IMF bertumbuh negatif. Destry juga menambahkan bahwa dari sisi keuangan, imbal hasil investasi Indonesia juga masih menarik bagi investor asing.
CIO Insights 3Q20 juga memberi apresiasi kepada Bank Indonesia dan pemerintah Indonesia karena telah memberi dukungan berupa penurunan suku bunga dan stimulus demi pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
[END]
Tentang DBS
DBS adalah grup jasa keuangan terkemuka di Asia, dengan kehadiran di 18 pasar, berkantor pusat dan terdaftar di Singapura, DBS berada dalam tiga sumbu pertumbuhan utama Asia: Cina, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Peringkat kredit "AA-" dan "Aa1" bank DBS termasuk yang tertinggi di dunia.
DBS dikenal dengan kepemimpinan globalnya, dan telah dinobatkan sebagai “World’s Best Bank” oleh Euromoney,“Global Bank of the Year” oleh The Banker dan “Best Bank in the World” oleh Global Finance. Bank DBS berada di garis terdepan dalam memanfaatkan teknologi digital untuk membentuk masa depan perbankan, yang diberi nama“World’s Best Digital Bank” oleh Euromoney. Selain itu, DBS telah mendapatkan penghargaan “Safest Bank in Asia”dari Global Finance selama sebelas tahun berturut-turut sejak 2009 hingga 2019.
DBS menyediakan berbagai layanan lengkap untuk nasabah, SME dan juga perbankan perusahaan. Sebagai bank yang lahir dan dibesarkan di Asia, DBS memahami seluk-beluk berbisnis di pasar paling dinamis di kawasan. DBS bertekad membangun hubungan langgeng dengan nasabah, dan berdampak positif terhadap masyarakat melalui dukungan perusahaan sosial dengan cara bank-bank Asia. DBS juga telah mendirikan yayasan dengan total dana senilai SGD 50 juta untuk memperkuat upaya tanggung jawab sosial perusahaan di Singapura dan di seluruh Asia.
Dengan jaringan operasional ekstensif di Asia dan menitikberatkan pada keterlibatan dan pemberdayaan stafnya, DBS menyajikan peluang karir yang menarik. Bank DBS mengakui gairah, tekad, dan semangat 29.000 karyawannya, yang mewakili lebih dari 40 kebangsaan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi www.dbs.com.