Teknologi digital terus berkembang dan meningkat. Sehingga sekarang menjadi momen yang sangat penting mendorong masyarakat yang lebih adil dan inklusif merangkul semua kalangan.
Apa yang dimaksud dengan inklusi digital dan mengapa hal ini penting?
Inklusi digital memastikan setiap orang memiliki akses yang sama terhadap teknologi komunikasi dan informasi, serta peluang yang timbul dari penggunaan alat-alat ini.
Sejak pandemi Covid-19, digitalisasi telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara. Ketika negara-negara menutup batasnya, bisnis -
dari kecil hingga besar - mempercepat upaya digitalisasi mereka untuk tetap teringat dalam benak pelanggan. Pada tahun 2020, e-commerce di wilayah
Asia Tenggara tumbuh sebesar 63%, menurut laporan tahun 2020 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company. Studi tersebut juga memprediksi bahwa ekonomi
internet di wilayah tersebut diperkirakan bernilai lebih dari USD 300 miliar (should insert IDR value) pada tahun 2025.
Meskipun Asia Tenggara memiliki jumlah pengguna internet terbanyak ketiga di dunia, laporan Indeks Integrasi Digital ASEAN 2021 menunjukkan
bahwa kesenjangan digital cenderung dialami oleh warga di negara-negara yang kurang berkembang. Studi tersebut juga mencatat bahwa kesenjangan
tersebut lebih tajam dalam komunitas pedesaan dan berpenghasilan rendah. Ini karena komunitas tersebut tidak memiliki perlindungan data, keamanan
siber, dan keterampilan pembayaran digital yang mumpuni. Hal ini dapat mempertajam ketimpangan yang sudah ada dalam komunitas seperti eksklusi
sosial, kerugian ekonomi, kerentanan terhadap penipuan, dan lain-lain

Bagaimana mencapai inklusi digital?
Akses dan ketersediaan
Masyarakat yang memiliki akses internet yang baik akan tetap dapat mengikuti perkembangan terkini di komunitas lokal dan di seluruh dunia. Misalnya,
selama lockdown Covid-19, mereka yang memiliki akses online akan lebih mudah mendapatkan berita terbaru tentang protokol kesehatan, mentransfer uang
ke keluarga dan teman di luar negeri, dan bekerja dengan nyaman di rumah.
Akses yang lebih baik ke layanan internet juga dapat meningkatkan peluang kerja karena individu dapat mengembangkan keterampilan yang diminati di dunia kerja
untuk kemajuan perekonomian digital. Sebagai contoh, perusahaan sosial Komerce di Indonesia yang didukung oleh DBS Foundation memberdayakan generasi muda dari
pedesaan Indonesia untuk meningkatkan mobilitas sosial dengan pelatihan literasi digital dan e-commerce.
Partisipas
Meskipun Singapura menduduki peringkat teratas dalam inklusi digital, kesenjangan masih ada di antara kelompok usia dan pendapatan yang berbeda,
terutama dalam bidang keterampilan digital dan penggunaan teknologi.
Untuk mempercepat upaya inklusi digital di Singapura, pemerintah telah meluncurkan program literasi digital secara nasional seperti:
- Seniors Go Digital: Infocomm Media Development Authority (IMDA) telah melibatkan 210.000 orang senior untuk
mengembangkan keterampilan digital dalam menggunakan aplikasi pesan, mengakses layanan e-government, dan mengoperasikan alat pembayaran elektronik.
- Enable IT Programme: Diperkenalkan pada tahun 2014, program ini mendorong adopsi teknologi bantuan untuk mendorong kemandirian di kalangan
- Hawkers Go Digital: Sejak tahun 2021, SG Digital Office dan National Environment Agency telah memberdayakan pedagang kaki
lima untuk mengadopsi layanan pembayaran digital dan pemesanan online.
Namun, berdasarkan studi Roland Berger tahun 2021, masih ada kesenjangan yang perlu dihilangkan dalam upaya inklusi digital negara ini di antara
segmen tertentu dalam masyarakat. Misalnya, perangkat yang memiliki akses internet ternyata tidak mudah digunakan oleh penyandang disabilitas
sehingga dapat memperlambat adopsi pembayaran digital dan layanan online. Sementara itu, pedagang kaki lima yang lebih tua dan memiliki kemampuan
literasi yang kurang baik akan ragu mengadopsi pembayaran digital karena kurangnya kepercayaan dalam sistem teknologi.
Untuk memajukan upaya inklusi digital Singapura, studi tersebut merekomendasikan kepada sektor publik dan swasta untuk melakukan rangkaian upaya dalam meningkatkan literasi digital.
Seperti mengadakan beragam kelas literasi digital dan merancang kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan yang berbeda.

Relawan karyawan DBS, Reagan Foo, mengatakan pertanyaan paling umum yang diajukan adalah bagaimana cara membuat kata sandi untuk layanan digital.
Pada tahun 2022, DBS memasuki kerjasama strategis dengan Otoritas Pengembangan Media Infocomm (IMDA)
Singapura untuk mendukung gerakan nasional Digital for life dan memperkuat inklusi digital di negara tersebut.
Kemitraan ini didasarkan pada keahlian DBS dan upaya berkelanjutan dalam memberdayakan pelanggan dengan teknologi digital di cabang bank dan mempersiapkan komunitas
yang terpinggirkan, seperti siswa pendidikan khusus, pedagang kaki lima, dan warga lanjut usia berpenghasilan rendah, untuk masa depan digital.
DBS memberikan dukungan melalui berbagai aspek dengan:
- Memberikan kontribusi sejumlah SGD 1 juta (insert IDR value) kepada Digital for Life yang kemudian memberikan hibah kepada individu dan organisasi nirlaba untuk mendorong proyek-proyek inklusi digital dan kegiatan di Singapura.
- Mobilisasi setidaknya 2.500 karyawan, dengan dukungan mitra komunitas, untuk menjalankan lokakarya digital di seluruh wilayah -
termasuk cabang DBS dan POSB - untuk membantu peserta memahami perbankan digital dan pembayaran elektronik, serta mempelajari cara mengenali dan menghindari penipuan.

Karyawan bank telah menjadi relawan dalam berbagai lokakarya literasi digital di seluruh Singapura seperti acara "Let’s Go Digital" DBS Foundation x New Hope Community Services.
Lebih dari 60 penerima manfaat berpartisipasi dalam sesi pelatihan praktis dengan karyawan DBS untuk belajar cara menavigasi aplikasi yang digunakan sehari-hari seperti
layanan e-government dan aplikasi pembayaran digital seperti DBS PayLah! Mereka juga bergabung dengan tutorial keamanan siber untuk mengenali dan menghindari penipuan online.
Karyawan cabang DBS dan POSB di seluruh negeri juga telah menyelenggarakan kelas literasi digital untuk lansia setelah bank tutup pada hari Sabtu.
Sesi praktis melalui pertemuan satu persatu dengan staf DBS yang ahli dalam teknologi membuka kesempatan kepada lansia untuk mengajukan pertanyaan penting
tentang menavigasi aplikasi pembayaran digital dan memperoleh pengetahuan keamanan siber yang lebih baik.

Bagi Clement Lim, Manajer Perencanaan Kekayaan Senior di cabang DBS NEX, membimbing lansia tentang cara menavigasi aplikasi seluler seperti
layanan e-government dan DBS Paylah! selama dan setelah jam kerja adalah salah satu bagian yang paling memuaskan dari pekerjaannya.
Pria berusia 29 tahun ini juga menjadi relawan untuk mengajarkan keterampilan literasi digital kepada lansia di akhir pekan di lokakarya
yang diselenggarakan DBS/POSB di seluruh Singapura.
“Saya menganggap para lansia ini seperti kakek nenek saya sendiri. Kadang-kadang mereka datang ke cabang bank dengan frustrasi karena
tidak memiliki siapa pun yang membimbing dalam menggunakan aplikasi seluler, terutama yang berhubungan dengan pembayaran elektronik.
Pertama-tama saya menenangkan mereka, perlahan-lahan memandu cara menggunakan aplikasi, dan kemudian memberikan mereka kebebasan untuk
memutuskan apakah mau secara perlahan beralih ke pembayaran tanpa uang tunai.”
- Clement Lim, Manajer Perencanaan Kekayaan Senior, DBS.