Tuhan menciptakan alam beserta segala isinya di bumi ini hidup berdampingan. Semua makhluk hidup, ada bukan tanpa fungsi. Kita saling bergantung, saling membutuhkan.
Sejak kecil, orang tua selalu mengajarkan saya untuk hidup dengan menghargai alam dengan segala bentuk dan fungsinya (walaupun sampai sekarang saya tetap takut dan lari kalau bertemu dengan ulat cacing dan saudara-saudaranya hehe..). Selama saya hidup dan melakukan banyak perjalanan, semakin saya mengerti bahwa kita sebagai manusia tidak akan bisa bertahan tanpa bantuan alam, dan dengan pemahaman yang sama, saya pun semakin prihatin serta khawatir dengan apa yang terjadi pada alam kita saat ini dan masa depan bumi nanti.
Saya bekerjasama dengan organisasi yang telah berupaya menyelamatkan keberlangsungan hidup orangutan dan habitatnya selama 25 tahun. Banyak yang bertanya, “Kenapa orangutan?” Sebetulnya tidak hanya orangutan, tetapi ini juga mewakili banyak suara hewan liar dan pendukung lainnya di alam yang saling terhubung. Orangutan adalah salah satu dari satwa liar yang sudah hampir punah, karena habitatnya yaitu hutan, dimana hutan juga adalah rumah yang sama bagi keanekaragaman hayati lainnya, yang sudah semakin sedikit bahkan hampir hilang. Semua hanya karena kebutuhan manusia yang semakin hari semakin banyak tanpa batas, atau setidaknya berkata “cukup”. Hutan kita perlu regenerasi, penghijauan, agar siklus kehidupan bisa terus berjalan. Dari gunung ke desa, desa ke kota besar, kota mengalir turun ke pantai, seterusnya begitu. Dan ini membutuhkan peran serta dari segala makhluk hidup di dalamnya, termasuk satwa dan tumbuhan. Jika salah satu peran dari siklus kehidupan ini punah dan hilang, bagaimana planet tercinta ini bisa bergerak seimbang Darimana kita mendapatkan oksigen untuk bernafas? Dari mana kita bisa mendapatkan segala manfaat baik dari air bersih? Orangutan adalah salah satu “spesies payung” yang berarti pelindung ribuan flora dan fauna lainnya, karena daerah jangkauan orangutan yang sangat luas di hutan, jadi setiap langkah dan perilaku mereka membantu hutan untuk regenerasi hutan yang baru.
Di beberapa perjalanan saya bersama suami dan rekan aktivis lingkungan lain yang juga teman kami, Davina Veronica, untuk melepas liarkan para orangutan kembali ke hutannya. Setiap perjalanan selalu berkesan. Senang, lega, bercampur haru menyaksikan proses orangutan pulang ke habitat aslinya. Orangutan yang kami lepas liarkan ini adalah korban dari kebakaran hutan, perburuan satwa liar, illegal logging, meluasnya hutan sawit secara besar-besaran yang menyebabkan unsur hara tanah mati, dan masih banyak lagi. Mereka kehilangan rumah yang menjadi tempat hidupnya. Yayasan yang merehabilitasi dan mereintroduksi orangutan khususnya di Kalimantan ini bagi kami adalah pejuang sebenarnya. Mereka tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga merawat dan mendidik para orangutan supaya nantinya mereka bisa bertahan hidup di alam liar yang memang aslinya adalah rumah mereka. Menuju ke lokasi tempat pelepas liaran pun bukan perjalanan yang mudah, kami harus masuk betul-betul ke dalam kawasan hutan. Berjalan menaiki bukit dan menuruni lembah terlebih dahulu, atau melalui jalur sungai dengan kapal getek selama berjam-jam. Kalau kami saja manusia merasa capek sekali, bisa dibayangkan apa yang dirasakan orangutan yang harus menunggu di dalam kandang, bukan?
Saya, suami, bersama sahabat kami juga memutuskan untuk membuat sebuah manifesto serta project bernama Orangutan for Life. Ini adalah salah satu bentuk kepedulian kami terhadap satwa liar, hewan endemik Indonesia yang hampir punah, termasuk hutan sebagai habitatnya, dan nantinya akan berkembang pula sampai ke satwa liar lainnya selain orangutan. Bentuk dari project ini berbagai macam, mulai dari opini para teman, profesional, beserta edukasi dalam bentuk narasi dan visual. Saya berharap, jangan hanya komunitas tertentu saja yang menunjukkan kepedulian, tetapi tiap individu juga harus mempunyai serta menumbuhkan kesadaran akan lingkungan hidup. Tidak perlu masuk ke hutan kok untuk turut berkontribusi dalam menjaga bumi kita.
Banyak generasi muda yang sudah mulai concern akan pentingnya menjaga alam. Tetapi, masih banyak juga yang tidak peduli, bukan karena tidak mengerti, tetapi merasa tidak memberikan kontribusi apapun yang merusak keseimbangan alam karena mereka bukan penjelajah hutan, tidak suka ke laut, bukan aktivis, atau bukan pendaki. Padahal itu salah, segala yang kita konsumsi semuanya berasal dari alam, dan, semakin kita mengkonsumsi dengan berlebih tanpa batas, keseimbangan alam akan semakin terganggu. Kita dihadapkan dengan pemanasan global yang semakin parah setiap harinya, dan dampaknya sudah mulai terasa yaitu cuaca yang berubah tidak menentu, panas terik yang menyengat, atau hujan badai yang muncul tiba-tiba. Mungkin kita merasa belum terkena dampaknya sekarang…tapi nanti? Bagaimana nasib anak cucu dan generasi berikutnya? Apakah kita semua masih bisa bertahan hidup dengan hanya bergantung pada teknologi?
Mulailah dengan perlahan memperhatikan gaya hidup konsumerisme kita, cari tahu dengan seksama, darimana barang yang kita konsumsi ini berasal. Berapa banyak hutan yang dihabiskan? Berapa banyak satwa di hutan yang harus lari mencari tempat baru untuk berlindung dan bertahan hidup? Apa yang bisa kita lakukan untuk sama-sama menjaga bumi kita?
Sederhana. Belajar merasa cukup. Kita, manusia butuh hutan dan peran satwa di dalam sana untuk saling menyambung hidup. Mari ciptakan dampak positif dengan belajar menghargai seluruh penghuni bumi. Live More. Live Kind.