Tantangan Pembiayaan Infrastruktur

Indonesia / Ekonomi / 8 November 2014

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu program utama Presiden terpilih Joko Widodo. Dana yang diperlukan memang tak sedikit. Jika diasumsikan dana untuk pembangunan infrastruktur per tahun sekitar 5% dari PDB, berarti total kebutuhan dana mencapai US$ 60 miliar per tahun.

Untuk menutup kebutuhan dana itu, kemampuan keuangan pemerintah relatif terbatas. Belanja modal pemerintah rata-rata per tahunnya hanya sekitar US$ 12 miliar dalam kurun 2009-2013. Sementara, sumbangan dari sektor swasta pun tidak cukup besar.

Dalam kurun yang sama, investasi baru swasta domestik dan asing hanya US$ 20 miliar per tahun. Dari jumlah itu, hanya sekitar 40% atau US$ 8 miliar yang dialokasikan untuk proyek-proyek infrastruktur baru. Ini berarti, terdapat kekurangan dana infrastruktur sekitar US$ 40 miliar per tahun atau US$ 200 miliar selama lima tahun ke depan.

Guna menutup kekurangan itu, dapatkah pemerintah menambah utang baru? “Ya,” ujar ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi. Namun, ada banyak alasan untuk tetap mempertahankan kebijakan kehati-hatian fiskal ke depan.

Salah satunya, yaitu rasio utang pemerintah terhadap PDB. Dalam hal ini, DBS membandingkan Indonesia dengan beberapa negara-negara lain di Asia (control group) yang memiliki profil risiko makro yang sama.

Terlihat bahwa rasio utang pemerintah (public debt ratio) memang hanya 26% pada 2013—lebih rendah sekitar 35% dibanding rata-rata control group. Namun, perlu diwaspadai bahwa rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB (13,6%) lebih tinggi dibanding rata-rata control group (12,6%). Padahal, rasio cadangan devisa terhadap utang luar negeri pemerintah saat ini hanya 87%. Sementara, di negara-negara dalam kelompok itu rasionya malah hampir mendekati 200%.

“Ini menunjukkan adanya sejumlah kerentanan pada ekonomi nasional dan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya aksi jual di pasar pada pertengahan 2013,” kata Gundy.

Di luar opsi penambahan utang pemerintah, skema kerjasama antara pemerintah dan swasta (publc-private partnership) sesungguhnya merupakan cara terbaik untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Selain itu, perbaikan alokasi anggaran negara melalui pemotongan subsidi BBM akan membuat ketersediaan dana untuk infrastruktur pun kian besar. Baca selengkapnya disini