Tiket Anda
Not Interested

Sampah Plastik di Perut Paus, Potret Buruknya Pengelolaan Sampah

26 Februari 2019
#LiveKind

Pernahkah kamu berpikir kemana perginya sampah plastik yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari? Bertanggung jawab pada sampah buangan pribadi selama ini dipahami hanya cukup dengan membuangnya di tempat sampah. Padahal, sampah masih punya jalan panjang sebelum benar-benar musnah.

Bumi membutuhkan waktu super panjang untuk mengurai sampah plastik. Waktunya bervariasi, sampah kantong plastik misalnya menghabiskan 10-20 tahun agar terurai sempurna. Sampah styrofoam malah butuh waktu lebih panjang lagi, hingga 50 tahun.

Kamu tentu pernah membeli produk minuman botol bersoda kan? Nah, botol itu butuh waktu 200 tahun agar terurai. Ini sama dengan tiga generasi manusia! Selain sampah botol plastik, sampah produk perawatan tubuh seperti diapers untuk bayi dan lansia juga makan waktu lama untuk hancur, hingga 450 untuk satu produk saja.

Bagaimana? Sudah terbayang bukan seberapa besar tanggung jawab kita saat menghasilkan sampah?

Bayangkan ketika ada 5,9 kilogram sampah masuk ke dalam ikan paus ini.

Baru-baru ini, dunia dikejutkan dengan temuan sampah plastik di perut paus. Paus itu ditemukan mati terdampar di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi pada pertengahan November 2018 lalu. Berikut beberapa fakta yang dihimpun soal sampah plastik di perut paus itu:

1. Kondisi Paus Dikelilingi Sampah

Saat ditemukan warga, kondisi paus sperma dikelilingi sampah plastik dan potongan potongan kayu.

2. Perut Paus Berisi Sampah

Saat warga membelah perut paus, ternyata banyak sampah plastik di perut paus. Sampahnya macam-macam, tidak cuma kantong plastik tapi juga produk kemasan plastik seperti botol minum dan tali rafia.

3. Ada Total 5,9 Kilogram Sampah Plastik di Perut Paus

Dalam salah satu cuitannya di akun twitter, WWF Indonesia merinci total berat dan apa saja sampah plastik di perut paus yang mati terdampar itu. Sebanyak 5,9 kilogram sampah plastik di perut paus itu terdiri dari: plastik keras (19 pcs, 140 gr), botol plastik (4 pcs, 150 gr), kantong plastik (25 pcs, 260 gr), sandal jepit (2 pcs, 270 gr), didominasi oleh tali rafia (3,26 kg), dan gelas plastik (115 pcs, 750 gr).

4. Bukan Kejadian Pertama

Juni 2018 lalu, seekor paus pilot ditemukan dalam kondisi sakit dan tidak bisa berenang di Kanal Na Thap, bagian selatan Thailand. Setelah dibantu berenang dan dirawat secara intensif, paus tersebut akhirnya mati.

Penelusuran berikutnya menemukan kalau paus itu telah menelan 80 kantong plastik seberat delapan kilogram. Sampah plastik di perut paus itu menghalangi proses tubuhnya untuk mencerna makanan.

***

Lima negara di Asia, antara lain Cina, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand disebut menghasilkan 60% limbah plastik di lautan. Data itu diambil dari laporan tahun 2015 yang disusun lembaga Ocean Conservancy and the McKinsey Center for Business and Environment. Menyusul kejadian sampah plastik di perut paus itu, banyak media yang menuliskan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat pencemaran limbah plastik di laut terbesar kedua setelah China.

Klaim media itu dibenarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sampah plastik yang berakhir di lautan, kata Ibu Susi, sangat berbahaya dan mengancam kehidupan biota laut. Untuk menangkalnya, kementerian menggagas kegiatan bersih-bersih pesisir laut bertajuk "Menghadap ke Laut".  Gerakan ini adalah satu wujud komitmen Indonesia untuk mengurangi 70 persen sampah plastik di lautan pada 2025 mendatang.

Tidak ada jalan mudah untuk memberantas sampah. Tidak mungkin pula mengeliminasi penggunaan bahan-bahan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Maka, satu-satunya jalan adalah menggunakan bahan plastik dengan bertanggung jawab. Yuk pilih produk plastik yang bisa digunakan berulang dan dapat didaur-ulang/dikreasikan menjadi barang fungsional lainnya.

Mari kita mulai sekarang, karena besok sudah terlambat!