Photo by leio Mclaren on Unsplash
Banyak orang bermimpi bisa jalan-jalan ke berbagai belahan dunia. Berpose dengan pakaian super gaya di depan menara Eiffel. Menatap llama yang sedang merumput di kawasan Macchu Picchu. Menatap kesyahduan ritual sedekah biksu di Luang Prabang. Akan tetapi hanya sebagian orang yang menganggap impian berwisata keluar negeri itu bisa diwujudkan. Sebagian lainnya mengurungkan niatnya karena menganggap dirinya harus menggapai impian lain yang lebih penting.
Sayangnya so called impian utama tersebut seringkali tujuan hidup yang dibentuk karena ‘semua orang melakukan itu, jadi aku harus juga begitu.’ Bukan keinginan personal yang muncul karena suara hati yang paling dalam. Bukan cita-cita yang dipicu ambisi yang telah lama terpendam.
Konstruksi sosial yang dibentuk masyarakat kerap memaksa kita menjalankan kehidupan yang sebetulnya tidak kita inginkan. Menghambat kita menggapai kebahagiaan sejati karena ketakutan atas anggapan negatif orang lain terhadap pilihan yang berbeda daripada umumnya. Kebanyakan orang pun gatal ingin ‘meluruskan’ jalur hidup kita begitu tahu konsep kebahagiaannya bertentangan dengan kita.
Jika menjejak belahan dunia lain secara berkala merupakan ambisi pribadi yang ingin dicapai maka jangan pernah takut tutup kuping atas omong kosong berikut:
Anggapan ini berasal dari konsep berwisata merupakan kegiatan senang-senang yang egois dan tidak berfaedah. Menempatkan traveling sebagai tujuan utama dari menabung membuat kita terlihat seolah tidak bertanggung jawab terhadap masa depan. Padahal setelah sekian lama bersusah payah mengumpulkan uang, keputusan prioritas menghabiskan uang berpulang kepada kita lagi. Traveling juga berarti kita memperluas pengetahuan dan wacana kebudayaan. Tapi anggapan ini pun tidak sepenuhnya salah bila kita sama sekali tidak punya cadangan tabungan setiap selesai berwisata. Memiliki cadangan tabungan tetap penting meski jumlahnya mungkin tidak sebanyak dana yang kita sisihkan.
Menikah adalah pilihan hidup. Tiap orang berhak menentukan kapan, dengan siapa, dalam cara apa dan mau atau tidak ia menikah. Kalau nasihat kita harus menabung demi menikah ini disampaikan saat sudah ada pacar serius dan memang sedang berproses ke pelaminan, boleh lah didengarkan. Tapi kalau nasihat ini diluncurkan pas kita masih jomblo, ya, enggak perlu terlalu dihiraukan. Sekali lagi, kita tidak harus tunduk pada norma sosial yang bukan merupakan keinginan pribadi.
Sebagian dari kita memilih menjadi pekerja bebas demi bisa sering traveling. Namun orang lain melihat kita kurang bertanggung jawab atas kehidupan karena tak punya pekerjaan tetap. Padahal lagi-lagi ini soal pilihan hidup. Belum tentu pekerja tetap gajinya lebih menjanjikan daripada pekerja lepas, lho. Kepuasan kerja tidak hanya diukur dengan uang. Kepuasan kerja juga berarti memiliki waktu luang di luar pekerjaan untuk melakukan hal yang dicintai.
Kapitalisme mengajarkan kita hal ini dari sejak berabad-abad lalu. Kesuksesan diukur dari harta duniawi yang sudah berhasil dimiliki. Mobil dan kendaraan dianggap sebagai standar kesuksesan karena merupakan investasi jangka panjang yang memiliki wujud. Logika yang sama inilah yang membuat orang menilai travelling itu tidak berguna. Ada orang yang lebih bahagia membeli sesuatu yang berbentuk benda, tapi ada juga orang yang merasa pengalaman jauh lebih berarti. Traveling adalah membeli pengalaman. Mempelajari hal baru. Mencicipi udara yang berbeda. Rasa toleransi, kemampuan menyelesaikan masalah dan mengelola keuangan bisa sangat terasah saat melakukan perjalanan wisata. Jadi kata siapa orang yang doyan travelling tidak bijak?
Semakin jauh perempuan bepergian, semakin mengerikan risiko yang dihadapi. Itulah jargon-jargon yang terus-terusan digaungkan kepada perempuan mengenai bahaya dunia. Ini yang membuat perempuan di Arab Saudi tidak bisa bepergian bila tidak didampingi lelaki yang menjadi muhrimnya. Tapi di zaman yang sudah semakin maju ini, semakin banyak cara menjaga keamanan perempuan di luar negeri. Seperti memanfaatkan fitur Share Location untuk membagi keberadaan kita pada keluarga di tanah air, selalu membeli sim card lokal agar tetap bisa dihubungi, simpan nomor kedutaan Indonesia di negara tersebut. Mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan bukan dengan cara menghambat perempuan travelling. Tapi dengan memberikan kesadaran bahwa perempuan bukan makhluk lemah yang bisa dilecehkan.
Sambil menanti pesawat boarding di bandara, nikmati promo buy 1 get 1 di Starbucks Airport dengan memanfaatkan kartu kredit Digibank. Makin lupa, deh, sama omong kosong orang yang menghambat kita travelling keilling dunia!