Tiket Anda
Not Interested

Bos Perlu Belajar Membangun Empati Di Kantor, Ini 4 Caranya

19 Desember 2019
#LiveKind

Iya banget! Dari penjelasan Prudy Gourguechon di forbes.com, empati sangat penting untuk kepemimpinan yang kompeten. Prudy sendiri adalah seorang psikiater dan psikoanalis terkemuka di Amerika Serikat, yang juga menjadi konsultan bisnis dan finansial untuk membantu para pimpinan mengambil keputusan kritis.

Menurut Prudy, empati memungkinkan kita untuk mengetahui apa yang orang lain sedang rasakan, terutama perasaan orang yang memang sedang kita ingin ketahui. Tapi, bukan perasaan cinta sama lawan jenis, ya. Eaaa~ Empati juga memungkinkan untuk memprediksi efek dari keputusan dan tindakan kita ketika memimpin sebuah tim, serta untuk menyusun strategi yang sesuai.

Baca juga: Pekerja wajib tahu, ini 5 tanda stres di kantor yang perlu dihindari

Masih dari penjelasan Prudy, tanpa empati, kita enggak bisa membangun tim atau menginspirasi followers kita (di dunia nyata atau di socmed), dan bahkan susah dapat loyalitas. Enggak cuma itu, Prudy bilang, empati penting banget untuk negosiasi dan penjualan. Soalnya, empati memungkinkan kita untuk mengetahui keinginan target kita dan memahami risiko apa yang orang lain ingin ambil atau tidak. Prudy menambahkan, empati adalah salah satu yang paling penting dari lima kapasitas esensial dan ciri-ciri kepribadian yang harus dimiliki setiap pemimpin.

Nah, kalau sudah tau pentingnya empati dalam kepemimpinan, dan kita sedang mempimpin suatu bisnis, tim, projek, atau semacamnya, kita perlu tau cara membangun empati di tempat kerja. Tenang, tenang. Bakal dikasihtau caranya, kok. Biar sikon tetap santai, putar playlist kesukaan di Spotify, lalu simak cara-caranya di bawah ini.

#1 Habiskan Waktu Bersama Tim

Kebanyakan bos, biasanya akan lebih sering bekerja ‘sendiri’, bukan bersama tim. Soalnya, sebagian besar manajer akan lebih fokus pada hal-hal strategis atau peluang bisnis di masa akan datang, dibanding fokus sama pekerjaan sehari-hari. Sayangnya, ini berarti kita bisa ‘terputus’ dari tim. Seperti enggak ada bonding.

Kabar baiknya, ini bisa diatasi dengan menghabiskan waktu bersama tim kita dalam waktu-waktu tertentu dan menyelesaikan pekerjaan mereka bersama mereka. Di saat-saat seperti ini, kita bisa mencari tau apa saja tantangan yang dihadapi tim dan membantu tim mencari solusinya. Kita pun bisa memahami kekecewaan anggota tim dan jadi tau apa yang bisa memotivasi mereka.

#2 Ciptakan Komunikasi Yang Terbuka

Keterbukaan komunikasi di kantor sangat penting buat membangun empati. Ketika tim kita secara bebas mengomunikasikan masalah, keberhasilan, dan tantangan mereka pada kita, bikin kita jadi lebih memahami situasi mereka. Sebagai atasan yang ingin semua berjalan lancar, tentu kita mau, kan, anggota tim membicarakan proses pekerjaan pada kita dan anggota tim lainnya daripada diam saja. Setuju, enggak? Pastikan pula kita tidak menganggap ‘no news is a good news’ adalah hal yang diperlukan kita dan tim. Karena, bisa saja ada frustasi di balik sikap diam tim kita.

Nah, ketika kita menumbuhkan rasa empati dengan menciptakan komunikasi yang terbuka di tempat kerja, tentu akan membantu anggota tim kita menjadi lebih nyaman dalam mengomunikasikan apa saja yang berkaitan dengan pekerjaan pada kita. Kita pun jadi dapat membantu mengatasi kendala yang mereka alami selama bekerja. Semua senang, deh!

Baca juga: Bye-bye kerja keras bagai kuda!

#3 Coba Pikirkan Perasaan Orang Lain

Prudy mengatakan, kalau kita punya empati yang rendah, pastikan kita berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Pikirkan apa pengaruh tindakan kita pada orang lain (terutama anggota tim) dan arti tindakan kita buat mereka. Selain itu, cobalah untuk enggak cuma memahaminya, tapi juga peduli tentang dampaknya sama orang lain. Kalau perlu, minta rekan kerja, pasangan, atau asisten untuk mengingatkan kita ketika kita lupa kalau ada banyak orang lain di kantor selain kita dengan perasaan dan kepentingan yang berbeda dengan kita.

#4 Mengubah Sudut Pandang Kita

Prasangka kita pada orang lain atau sudut pandang kita terhadap sesuatu terbentuk dari didikan orangtua dan pengalaman yang didapat sepanjang umur kita. Ini memengaruhi persepsi kita akan orang lain yang seringkali berhubungan dengan jenis kelamin, ras, penampilan, tingkat pendidikan, dan usia.

Beberapa dari prasangka tersebut kita sadari keberadaannya, sementara prasangka atau sudut pandang lainnya tidak kita sadari. Kadang, kita bereaksi secara otomatis, tanpa berpikir, karena telah terbiasa menjalani dan mengalaminya. Inilah yang mengganggu kemampuan kita berempati. Misalnya, kita tau kalau salah satu anggota tim kita, yaitu si ‘A’ enggak lulus kuliah, sementara si ‘B’ lulusan kampus bergengsi di Indonesia. Tanpa kita sadari, kadang kita lebih memerhatikan pendapat atau ide si ‘B’ dari si ‘A’. Padahal belum tentu ide dari si ‘B’ lebih baik dari si ‘A’, ya enggak?

Ketika kita menyadari tindakan enggak adil kita itu, segeralah berusaha untuk melawan sudut pandang tersebut. Misalnya, dengan mencoba lebih memerhatikan si ‘A’ dan benar-benar mendengarkan pendapatnya ketika ia berbicara.

Boleh juga kalau kita mengubah persepsi kita akan hal lain yang sebelumnya enggak pernah terpikir oleh kita. Misalnya, kalau biasanya kita investasi dalam bentuk deposito, kenapa enggak untuk coba investasi obligasi? FYI, keuntungannya lebih tinggi, lho, dari deposito, risikonya rendah, dan dapat jaminan dari pemerintah pula.

Ditambah lagi, ada pendapatan tetap setiap bulannya dari pembayaran Kupon atau Imbalan sehingga pengaturan cashflow kita tetap terjaga. Nah, obligasi di DBS, sekarang jadi lebih mudah. Soalnya, bisa registrasi dan beli via aplikasi tanpa harus ke kantor cabang. Tertarik sama obligasi? Cek detailnya di sini, ya!