Semua orang yang punya pekerjaan pasti pernah merasakan stres, baik pekerja lepas maupun pekerja kantoran. Deadline dari klien yang harus segera dipenuhi. Email dari atasan berisi target kerja bulan ini, bulan depan dan selanjutnya. Tekanan harus melakukan presentasi di depan atasan maupun klien. Wagelaseh capek banget! Selain beban kerja yang sudah jelas memberikan tekanan, ada tujuh hal lain dalam pekerjaan yang tanpa disadari bikin kita stres.
National Association of Professional Organizations di Amerika menemukan tumpukan dokumen dan kertas-kertas menjadi masalah nomor satu bagi kebanyakan perusahaan bisnis. Di negara ini rata-rata orang menghabiskan waktu 4,3 jam seminggu mencari dokumen yang tersembunyi di antara tumpukan-tumpukan barang-barang yang berantakan di meja. Ini menambah stres dan frustasi di tempat kerja sekaligus mengurangi konsentrasi serta berpikir kreatif.
Mungkin kita berpikir lihat foto-foto makanan atau liburan orang lain membuat stres berkurang. Bergosip di What’s App Group bikin mood jadi lebih baik. Tapi Cheri Augustine Flake, terapis stres, berkata, “Otak kita tidak tahu bedanya antara berniat mau melakukan sesuatu dan benar-benar melakukan sesuatu. Kalau kamu stres tentang pekerjaan sementara kamu sebenarnya enggak konsen di saat bekerja, mendingan sekalian tinggalkan pekerjaan, gaul sama teman, setelah itu baru kembali kerja.” Jadi simpan semua gosip dan stalking-an menjelang tidur saja.
Saat makan siang, seringkali jadi ajang saling mengeluh. Dari politik kantor sampai beban kerja yang segunung. Perhatiin, deh, setiap kali selesai mengeluh, energi seperti habis dihisap Dementor (makhluk gab di Harry Potter yang gemar menyerap energi positif). Daripada makin enggak semangat kerja, kurangi mengeluh, perbanyak kerja.
Maksudnya berbaik hati mendengarkan teman curhat, tapi kita justru kena getahnya. Gara-gara terlalu bersimpati, kita jadi ikut kesal ketika teman cerita tentang perilaku suaminya yang suka selingkuh. Lebih parah lagi kalau yang diceritakan melibatkan perilaku sesama orang kantor karena sangat bisa mempengaruhi sikap kita dalam bekerja.
Kadang kita menunda pekerjaan dengan makan siang keluar lebih lama. Sering juga pekerjaan terabaikan karena kita merasa belum ada inspirasi. Kelly Resendez, pengarang buku Big Voices: Increase Joy, Reduce Suffering, Think Different berkata, “Banyak orang menunda pekerjaan dan membiarkan proyek-proyek sulit diselesaikan di akhir waktu. Akhirnya kita jadi stres berat berusaha menyelesaikan tugas yang sebenarnya butuh waktu panjang, riset dan perhatian.”
Perusahaan yang baik akan memberikan target yang jelas bagi semua anggota timnya. Bahasa canggihnya Key Performance Indicator. Target yang jelas dan terukur akan memberikan motivasi yang memicu pekerja menyelesaikan pekerjaannya. Sementara bila kita sebagai pekerja dibiarkan bertugas tanpa tujuan yang jelas, maka sudah pasti akan ada ketidakpastian dan kebingungan yang bikin stres.
Tentunya kita berharap semua orang memiliki standar kerja yang berkualitas tinggi. Tapi tidak semua orang berangkat dari titik yang sama. Ada yang pacing-nya lambat, tapi teliti. Ada yang cepat tapi berantakan. Kita harus bisa mengelola ekspetasi selama mereka tidak sampai menghalangi pencapaian target kerja kita.
Jangan biarkan stres membuat pekerjaan kita tidak produktif. Kuncinya kita harus lebih tertib mengorganisir dan berkonsentrasi pada pekerjaan. Seperti kata pepatah, “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.” Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.