Melanie Putria

Puteri Indonesia (MissIndonesia) 2002, Influence Asia Winner 2017, MC, TV Host, iRadio, Sports Enthusiast, Dedicated Amateur Runner

My Healthy Running Concept That Changes My Life

26 April 2018  
#LiveWell

“Mel, emang ngga capek ya lari marathon? apa sih enaknya?”

Capek? Pasti. Sakit? Apalagi.


Lalu kenapa saya jadi tergila-gila berlari saat ini? Karna larilah yang merubah hidup saya.


Setelah melahirkan Sheemar di tahun 2011, saya mengalami baby blues syndrome. Seperti apa baby blues syndrome itu? Kalau dibaratkan seperti perempuan yang sedang mengalami pre menstrual syndrome/ PMS tapi di kalikan 1000. Kebayang ya, betapa hancur leburnya segala sesuatu yang saya rasakan saat itu. Gemuk. Jelek. Saya merasa payah.

Setiap Sheemar nangis, saya ikut nangis. Dokter bilang saat itu, kalau hal ini dibiarkan saya bisa masuk ke tahap post partum depression. Wah! Lebih gawat lagi. Ada beberapa angka kasus ibu membunuh bayinya di stage ini. Di saat inilah kepercayaan diri saya ada dititik yang paling rendah selama hidup saya. Melanie putria tamat.

Muak dengan rasa yang ditimbulkan oleh baby blues, saya memutuskan untuk melawannya. Saya kembali ke gym untuk mengembalikan lagi bentuk tubuh saya, dan tentu kepercayaan diri saya.

Namun sampai di gym saya malah merasa terintimidasi ketika melihat tubuh perempuan-perempuan yang langsing dan fit. Sedih, marah, dan kepercayaan diri saya justru malah menjadi semakin terpuruk.

Ditengah-tengah perjuangan saya melawan baby blues, saya melihat di social media ada sebuah komunitas lari yang rutin berlari bersama disetiap hari Minggu pagi dan Kamis malam. Dalam hati saya bertanya, apa enaknya sih lari di outdoor begini ya? Pasti terasa panas dan capek.

Saat itu, berlari adalah olahraga yang tidak pernah saya sukai, bahkan bisa dibilang saya membencinya. Anehnya, saat itu saya merasa tertarik untuk mencoba ikut berlari dengan komunitas tersebut. Sering sekali saya melihat senyuman dan energy positive yang penuh dengan kebahagiaan di setiap foto yang mereka upload. Senyuman dan energy positive itulah yang saya butuhkan disaat itu.

Rasa penasaran saya yang besar itulah yang mengantar saya untuk bertekad ikut untuk berlari bersama mereka di suatu hari Minggu pagi. Berbekal uang 5000 rupiah, untuk berjaga-jaga kalau sampai saya menyerah ditengah jalan dan memilih untuk naik busway.

Memakai kaos olahraga dan sepatu lari mama saya, saya bergabung dengan mereka. Jaraknya dekat saja (menurut mereka saat itu). Start dari Senayan, ke Bundaran HI lalu kembali lagi ke Senayan. Tapi bagi saya yang tidak pernah berlari dan tidak pernah tahu bagaimana caranya, tentu muncul keraguan besar bagi saya untuk sanggup menjalaninya.

Setelah saya jalani, saya berhasil berlari sejauh 8km tanpa berhenti. Dan yang kerennya lagi, saya merasa bahagia dan tidak merasa kesakitan menjalaninya! Endorphine berhamburan, istilahnya adalah “runner’s high” kalau kata para pelari. Rasa positive yang saya dapat dari berlari ini benar-benar bisa merubah hari saya. Saya bagaikan menemukan nafas baru. Seketika, saya jatuh cinta dengan lari.

Berangkat dari sana, saya akhirnya memutuskan buat merutinkan diri berlari bersama komunitas selama 2x dalam seminggu sekedar untuk mencari rasa bahagia/ runner’s high yang ditimbulkan oleh olahraga lari ini.

Setelah 2 bulan saya rutin berlari, baby blues sayapun mulai pelan-pelan menghilang. Namun rasa ketidakpercayaan diri saya tetap belum hilang. Akhirnya saya memutuskan buat mendaftarkan diri sebuah lomba lari marathon di Singapura. Ngga main-main. 42,195 km. Padahal saya baru berlari selama 2 bulan, dan hanya 2x dalam seminggu. Untuk mampu menyelesaikan sebuah marathon, idealnya seorang pelari harus menjalankan program latihan selama 16 minggu. Saat itu saya nekat mendaftarkan diri, hanya demi untuk mengembalikan kepercayaan diri saya. Demi kembalinya perasaan “berdaya”, saya niatkan.

Tanpa persiapan, berbekal 1 tas ransel sayapun berangkat ke Singapura H-1 perlombaan marathon.

Ketika hari H tiba, ditengah ribuan pelari lain, tanpa tahu apa yang akan saya hadapi, saya PD saja berjalan ke garis start. Begitu menginjak garis start, disaat itu juga saya tanamkan dikepala saya bahwa saya harus mampu segera menginjak garis finish. Saat itu saya berjanji, jika saya mampu menginjak garis finish, maka Melanie Putria yang dulu akan kembali lagi dan saya akan kembali memiliki daya. No more baby blues, no more low esteem. Saya membuat agreement dengan diri sendiri.

Saat race berjalan, semua rasa excited, adrenalin, bahagia melebur menjadi satu karena baru pertama kali merasakan race sebesar itu. Namanya juga pelari nekat, di km 20 tentu saya merasa sangat kepayahan. Belum pernah lari sejauh itu, tanpa latihan dan persiapan. Berjuang mengejar garis finish. Setelah melewati berbagai cobaan, saya akhirnya berhasil menginjak finish line dalam waktu 5 jam 07 menit. Rasanya luar biasa, seperti menjadi juara dunia : “Hey Melanie Putria, welcome back!!!”

Tangis bahagia, sujud syukur, dan rasa bangga menyelimuti diri saya. Tidak mudah melawan diri sendiri dan menaklukkan semua negative thoughts sepanjang berlari. Benar yang orang bilang, lari itu 80 persennya tentang mental. 20 persennya adalah hal lainnya. Lari marathon, 42,195 km itu bukan jarak yang pendek. Jika tidak memiliki willpower yang besar, mustahil seorang pelari bisa menamatkan sebuah marathon.

Setelah finish perlombaan tersebut, saya bertransformasi menjadi seorang Melanie yang baru. Bukan sekedar kembali menjadi Melanie Putria yang dulu, tapi menjadi sosok yang lebih kuat. Banyak nilai kehidupan yang saya pelajari dari berlari. Saya jadi pribadi yang tahan banting, disiplin, tidak mudah menyerah, lebih sabar, lebih menghargai kesehatan diri sendiri, menghargai sesama, dan yang paling penting saya jadi belajar bahwa saya harus mampu menyelesaikan segala sesuatu yang sudah saya mulai.

Setelah menyelesaikan marathon pertama, saya jadi semakin tergila-gila dengan lari.

Saya bergabung dengan komunitas lari yang lebih kecil dan memakai pelatih untuk merubah tehnik lari saya. Sampai akhirnya, saya mengikuti lagi beberapa perlombaan marathon di beberapa negara.

Negara yang pertama yang saya datangi untuk World Major Marathon adalah Tokyo, tahun 2014. Ini adalah pertama kali kedua saya mengikuti race marathon yang besar. Setelah 2 tahun saya betul-betul mempersiapkan diri dan mendalami teknik olahraga lari. Karena masih di Asia, saya merasa seperti di rumah sendiri dan saya cukup menikmati lingkungan Tokyo.

Saat itu rute berlari masih dengan track yang lama, cukup sulit dengan 5 tanjakan. Namun saya merasa sangat disambut hangat oleh masyarakat di Tokyo. Mereka sangat menyemangati para pelari yang notabene adalah orang asing bagi mereka. Saat itu suhu di Tokyo sedang 3 derajat Celcius, namun masyarakat yang menonton sengaja mempersiapkan miso soup dan mochi isi kacang merah agar para pelari tidak kedinginan dan staminanya tetap terjaga. Track yang bersih, masyarakat yang mendukung dan manajemen eventnya yang baik membuat Tokyo menjadi tempat lari favorit saya.

Tokyo 2014 membuat saya semakin ingin mengetahui perbedaan berlari di 5 negara World Major Marathon lainnya, yaitu Boston, Berlin, Chicago, Boston dan New York City. Di London, pemandangannya tidak akan membuat pelari menjadi bosan. Track running-nya melewati London Bridge, Big Ben, Buckingham Palace dan London Eye. Rute berlarinya pun tidak terlalu sulit karena rata-rata flat track.

Diantara ke 6 negara tersebut, Chicago-lah yang rutenya terasa sulit. Rutenya memiliki banyak belokan, sempit dan kiri-kanan track-nya cukup miring dengan bagian tengah track yang datar membuat kaki nyeri. Saya merekomendasikan running di Chicago bagi yang sudah cukup berpengalaman dan yang sering latihan dengan proper.

Pada 2016, saya kembali lagi untuk berlari di Tokyo dengan rute lari baru yang disusun oleh panitianya. Sebuah produk minuman yang menjadi sponsor memberikan challenge pada saya untuk melewati personal best saya di 3 jam 56 menit di beberapa marathon sebelumnya. Dan akhirnya saya berhasil mendapatkan personal best / waktu terbaik yaitu 3 jam 49 menit.

Seperti itulah, dengan berlari saya ingin menjadi inspirasi bagi banyak orang. Saya sudah membuktikan bahwa tiada hal yang tidak mungkin bila diikuti dengan kesungguhan hati. Saya ingin orang lain juga bisa merasakan memiliki daya yang luar biasa, seperti yang saya rasakan. Kalau saya saja bisa, Anda juga pasti bisa. Fight for your healthy life. Nikmati hidup dengan badan yang sehat. Live Well, Live More!