Tiket Anda
Not Interested

Beli Mobil Atau Naik Taksi Online: Mana Yang Lebih Ekonomis?

15 Maret 2018
#LiveSmart

Berapa Banyak Biaya yang Bersedia Kita Keluarkan untuk Memotong Waktu Tempuh Pulang-Pergi Bekerja Hingga Setengah?

Waktu memang berharga. Apalagi ketika kita sedang merasa kekurangan: pekerjaan, pertemuan, sosialisasi dengan kawan-kawan, semuanya menghabiskan waktu kita dalam sehari. Apalagi jika kita harus menghitung waktu tempuh pulang-pergi dari dan ke tempat kerja. Berapa banyak waktu yang bisa kita hemat untuk tidur lebih lama, atau pulang lebih cepat?

Dalam kondisi seperti ini, banyak di antara kita yang berpikir untuk membeli mobil saja. Bukankah jika memiliki kendaraan sendiri, setidaknya kita bisa memiliki kendali lebih dalam menentukan waktu pulang-pergi? Bukankah dengan memiliki mobil sendiri berarti kita tak perlu menunggu kendaraan umum atau menanti-nanti taksi online seperti Go-Car—yang baru akan datang 30 menit lagi?

Jadi, sebenarnya, mana yang lebih ekonomis? Punya mobil sendiri, atau terus-terusan naik taksi online ke mana-mana?

Yuk, coba kita berhitung. Di luar biaya pembelian, down payment, atau cicilan mobil, inilah biaya-biaya lain yang perlu kita pertimbangkan setiap tahunnya.

BAHAN BAKAR

Jika kita mengambil jarak tempuh maksimal 60 km saja per hari, kita membutuhkan sekitar Rp300ribu setiap minggunya untuk mengisi bahan bakar. Maka, dalam setahun, kita bisa menghabiskan biaya hingga Rp15juta untuk bahan bakar saja.

ASURANSI

Ada banyak jenis asuransi yang bisa dipilih untuk melindungi mobil kita dari berbagai risiko, mulai dari tabrakan, kehilangan, pencurian, kerusakan, banjir, dan masih banyak lagi. Premi yang dibayar biasanya tergantung dari perlindungan yang hendak kita dapatkan, dan jenis mobil yang diasuransikan. Rata-rata, premi asuransi yang perlu dibayarkan adalah Rp5juta per tahun.

PERAWATAN DAN PERBAIKAN

Tentu saja, dalam setahun, ada-ada saja bagian dari mobil kita yang perlu dirawat dan diperbaiki. Terkadang, sesepele mencuci mobil di tempat pencucian mobil khusus—hingga spooring dan balancing. Belum lagi jika ada ban yang bocor, atau spare part yang rusak dan harus diganti. Katakanlah, dalam setahun, ada sekitar Rp4juta rupiah yang kita sisihkan untuk biaya perawatan dan perbaikan mobil.

PARKIR DAN TOL

Biaya parkir dan tol juga harus diperhatikan. Jika untuk parkir dan tol kita bisa menghabiskan minimal Rp500ribu saja sebulan, dalam setahun ini berarti pengeluaran sebesar Rp6juta.

Dari perhitungan kasar di atas, maka—di atas biaya membeli atau mencicil mobil, beserta pajaknya, kita akan mengeluarkan total biaya sekitar Rp30 juta per tahun, atau sekitar Rp2.5juta per bulan. Ditambah cicilan mobil, angka pengeluaran tiap bulannya ini bisa berkisar antara Rp5juta per bulan.

Ingat juga, bahwa nilai jual mobil biasa akan semakin menurun seiring bertambahnya tahun. Sehingga, jika kita hendak menjual mobil yang telah dibeli, kita akan mendapatkan nilai tukar yang lebih sedikit dari saat kita membelinya.

Lantas, bagaimana perbandingannya dengan taksi online?

Jika dalam sehari kita melakukan perjalanan pulang-pergi total dengan ongkos Rp100ribu saja, dalam sebulan kita akan menghabiskan sekitar Rp3juta. Tanpa memusingkan cicilan, parkir, asuransi, pajak, perbaikan, bahan bakar, dan lain sebagainya, kita bisa berhemat hingga Rp2juta per bulan atau Rp24juta per tahun! Ini bahkan belum ditambah dengan berbagai promo yang diberikan taksi online—ketika kita bisa mendapatkan potongan harga fantastis, bahkan berkendara gratis!

Pertanyaannya, mana yang lebih ekonomis? Jika hanya bicara soal uang dan pengeluaran, mungkin taksi online menjadi jawabannya. Tapi, jika bicara soal kenyamanan dan kebebasan berkendara tanpa perlu memesan dan menunggu, memiliki mobil sendiri bisa jadi jawaban.

Pada akhirnya, ini tergantung kepada prioritas kita masing-masing.

Apakah ada hal-hal yang bisa kita lakukan dengan simpanan Rp24juta per tahun selama 5 tahun, misalnya? Memulai usaha? Berinvestasi? Jika kita bisa mengalokasikan penghematan tersebut untuk hal yang lebih bermakna dan menghasilkan, mengapa tidak? Kita juga bisa menyisihkan pengeluaran tersebut untuk dana cadangan, maupun dana pensiun. Tak ada salahnya juga memikirkan masa depan dari sekarang, kan?