Dapatkan informasi seputar aktivitas dan penawaran menarik dari PT Bank DBS Indonesia, dengan mengisi form di bawah ini:
DBS Live More Society

DBS Live More Society

#LivemoreKind

Jango: Startup Pengolah Sampah Yang Fun, Yuk Kenalan!

 

By Admin, 10 April 2023 #LivemoreKind


Startup satu ini cocok buat sobat kita bersenang-senang mengubah sampah jadi sesuatu yang berharga.


Yup, kamu nggak salah baca. Sekarang, sampah bukan lagi sesuatu yang nggak ada artinya, tapi bisa jadi sesuatu yang bawa keuntungan buat Bumi dan penduduknya, juga bisa dikemas menjadi satu kegiatan yang fun. Seperti yang ingin disampaikan oleh Jango lewat namanya. Joe Hansen, founder dan CEO startup pengolah sampah ini, pada sebuah talkshow di Postcard (Podcast Oscar Darmawan), bilang kalau Jangjo kepingin punya brand image yang fun. Kenapa begitu, ya?

“Untuk mengubah behaviour yang sudah puluhan tahun dilakukan orang, kita pingin lewat cara yang fun. Kita punya truk (sampah) pun kadang-kadang dikasih jingle pas pengambilan sampah, jadi kayak ice cream truck. Tujuannya itu, kita bikin image supaya fun. Sebenarnya ‘Jang’ itu dari kata junk di Bahasa Inggris yang artinya sampah. Cuma kita ganti menjadi jang, dan Jo sendiri adalah nama saya. Awalnya begitu, tapi customer ngomong ke kita juga kalau Jangjo itu singkatan dari jangan jorok.”


Mengubah Sampah Jadi Berharga

Behaviour yang dimaksud oleh Joe adalah kebiasaan yang ditanamkan ke kita semua, warga Indonesia, sejak kecil, yaitu membuang sampah pada tempatnya. Itu memang perilaku baik, tapi sekarang, itu belum cukup. Karena, menurut Joe, kalau kita kepingin benar-benar mengelola sampah dengan maksimal, ya wajib dipilah. Dibedakan antara sampah organik dan non-organik, supaya kemampuan daur ulang sampah tersebut juga semakin baik dan mudah. Kabar baiknya lagi, kata Joe, dengan memilah sampah, kita bisa mengurangi sampah terbuang sia-sia ke tempat pembuangan sampah akhir minimal 40-50%.


Jango memang kepingin banget mengelola sampah sebaik mungkin buat mengatasi berbagai masalah sampah di Indonesia. Misi Jango adalah untuk mengintegrasikan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam setiap aspek pengelolaan sampah, termasuk orang-orang seperti kami yang setiap hari menghasilkan sampah hingga industri yang dapat membantu mengubah sampah menjadi sesuatu yang berharga.

Baca Juga: Plépah, Bawa Kebaikan, Menciptakan Solusi Berkelanjutan

Joe menceritakan awal mula Jango eksis di Ibukota di akun Youtube Postcard. Jango sebenarnya mulai ada sejak tahun 2017, tapi mulai jadi PT baru di tahun 2019, dirintis oleh Joe Hansen, Nyoman Kwanhok, Eki Setijadi, serta Hendra Yubianto. Awalnya, Jango dimulai dari perusahaan semacam NGO (nonprofit organization). “Kita (berawal) dari community cuma karena pandemi dan keadaan memaksa, kita melihat bahwa kalau nggak menjadi real business, gerakan kita akan lambat dan prosesnya tidak akan berjalan simultan,” jelasnya. Saat ini, Jango menawarkan solusi pengelolaan sampah bagi para stakeholder, yaitu penghasil sampah (warga), pengangkut sampah (operator), tempat singgah sampah sementara (hub), dan pengolah sampah (industri). Melalui teknologi Jangjo, mereka menghubungkan para stakeholder tersebut untuk memberikan solusi permasalahan sampah secara efektif.



Kelola Ribuan Liter Minyak Jelantah

“Mau bisnis apa pun yang kita kerjakan, itu nggak bisa lepas dari sampah. Masalahnya adalah ketika bisnis itu berjalan semakin baik, sampah yang dihasilkan juga lebih banyak,” kata Joe. Itulah mengapa Joe bersama timnya semangat membangun bisnis sosial di bidang pengelolaan sampah, setelah sebelumnya Joe mendirikan beberapa bisnis lain, termasuk di industri F&B (food and beverage).

Buktinya kalau sampah semakin banyak aja, nih, setiap harinya warga Jakarta mengirimkan 7.000 - 8.000 ton sampah ke Bantargebang. Kebayang, kan, kalau kondisi ini terus berlanjut, cepat atau lambat TPST di wilayah Bekasi tersebut akan melebihi batas daya tampungnya.

Fakta ini menginisiasi Jangjo membuat instalasi yang diberi nama Under Our Hill pada Juni 2022 lalu di Lobby SCBD ASHTA District 8. Menggandeng biro arsitektur AT-LARS, desain instalasi yang terbuat dari sampah plastik ini adalah replika kondisi gunungan sampah di TPST Bantargebang yang tingginya sudah mencapai 40-50 meter. Ukurannya juga dibuat dengan perbandingan 1:10 terhadap kondisi aslinya. Tujuan dari instalasi ini adalah memberikan gambaran kepada masyarakat Jakarta bahwa sampah-sampah yang dibuang setiap harinya memiliki nilai dan banyak yang dapat didaur ulang.

Hingga saat ini, Jangjo mengklaim telah memfasilitasi pengolahan lebih dari 575 ton sampah terpilah dan 74 ton sampah kertas menjadi produk daur ulang, plus memanfaatkan 3.603 liter minyak jelantah jadi biodiesel. Jango juga menyebut telah menyalurkan 55 macam produk lainnya untuk didaur ulang, contohnya styrofoam dan kaca beling.

Ada dua layanan yang disediakan oleh Jangjo, yaitu edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah. Kalau kamu sudah memilah sampah, kamu bisa memanfaatkan jasa penjemputan sampah dari Jangjo. Setelah itu, kamu akan dapat reward seperti saldo e-wallet atau minyak goreng. Sampah yang diangkut dari warga itu kemudian diolah oleh Jango.


Dapat Investasi Untuk Mengembangkan Bisnis

Sebagai founder dari startup, menurut Joe, tantangan yang wajib diketahui di awal ketika ingin membangun bisnis adalah bagaimana memvalidasi ide kita. Bagaimana kita bisa mendapatkan riset untuk membuktikan apakah ide kita ini betul-betul dibutuhkan orang dan juga ada nilai ekonomisnya.

Yang nggak kalah penting juga adalah mencari kekuatan yang membedakan bisnismu dengan bisnis orang lain. “Beda Jangjo dengan yang lainnya adalah kita mengedukasi customer untuk memilah sampah. Nggak cuma edukasi, kita juga memberi tools berupa kantong pilah. Satu kantong untuk sampah kertas, satu lagi sampah non-kertas. Sampah pilah dan sampah residu masing-masing diambil di hari yang berbeda, kemudian sampah pilah ini dipilah lagi untuk dibawa ke pabrik dan didaur ulang,” jelas Joe. Sampah residu sendiri adalah sampah Residu yang tidak bisa didaur ulang, misalnya bungkus mie instan, snack, dan kemasan yang
mengandung alumunium foil di dalamnya, popok dan pembalut bekas, juga potongan kain yang tidak bisa dipakai lagi.

Berkat keunikan Jangjo dan keunggulan lainnya, Jangjo memperoleh pendanaan tahap awal (seed funding) dari Darmawan Capital. Dana yang diperoleh itu akan dimanfaatkan oleh Jangjo untuk meningkatkan proses daur ulang hingga 20 kali lipat. Selain itu, juga digunakan untuk memperluas ekosistem sirkular ekonomi lewat platform Jangjo yang saat ini baru mengakomodir wilayah Jakarta. “Investasi ini membuktikan bahwa (solusi) manajemen sampah mulai menarik bagi investor, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi,” kata Joe.

Kalau kamu lagi berencana untuk cari modal bisnis sosialmu, seperti Jangjo, coba ke digibank by DBS aja. Ada ‘digibank Cashline’ yang hanya dengan satu kali apply, kamu bisa dapat dana tunai cair berkali-kali hingga 200 juta. Cari tahu lebih lanjut disini yuk!

DBS Live More Society
DBS Live More SocietyDBS Live More SocietyDBS Live More SocietyDBS Live More Society

More #LiveSmarter Articles

Cek Artikel lainnya
Anti Ribet, Ini Cara Lapor Pajak Secara Online
#LiveSmarter6 Maret 2020

Anti Ribet, Ini Cara Lapor Pajak Secara Online

Tak terasa, kita sudah harus kembali mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan per orangan. Wajib diketahui bahwa akhir pelaporan surat akan berakhir pada 31 Maret 2020.

Read more
Terinspirasi Dari Cashless Society, GoPay Paparkan Strateginya
#LiveSmarter2 Maret 2020

Terinspirasi Dari Cashless Society, GoPay Paparkan Strateginya

Berkat kecanggihan teknologi, kini transaksi keuangan semakin dimudahkan. Salah satu nama besar yang sukses menerapkan kebiasaan ini adalah GoPay.

Read more
Tahun Baru, Kerjaan Baru. Ini Caranya Biar CV Kamu Dilirik
#LiveSmarter3 Februari 2020

Tahun Baru, Kerjaan Baru. Ini Caranya Biar CV Kamu Dilirik

Momen awal tahun biasanya jadi waktu yang tepat untuk melamar pekerjaan. Nah, siapa tahu kamu akhirnya bisa diterima di kantor impian. Caranya tentu dengan melampirkan CV yang baik dan menarik.

Read more