Ini kunjungan saya yang ke sekian kalinya di Banyuwangi. Lama-lama terasa seperti rumah kedua, bisa-bisa KTP saya akan segera berpindah jadi warga sini nantinya, hehe. Saya memaksimalkan masa aktif berlibur saya selama beberapa hari di Jawa Timur sebelum memasuki masa kehamilan 32 minggu dan tidak diperbolehkan terbang lagi. Kali ini saya hanya ingin mengajak sang jabang bayi jalan-jalan ke desa adat, bertemu dengan orang lokal dan menikmati udara pedesaan di kaki gunung. Saya ingin ke desa adat Osing dan minum kopi lokal Banyuwangi, sudah, itu saja. Semalam sebelum keberangkatan, saya menghubungi teman yang tinggal di daerah Licin, Banyuwangi dan mengajak dia untuk menemani kami kesana saat tiba nanti. Tidak pernah terpikirkan di kepala saya bahwa saya akan bertemu dengan pemilik, pengusaha perkebunan kopi Banyuwangi sekaligus peracik Kopai Osing, salah satu nama kopi lokal Banyuwangi yang telah mendunia. Setiawan Subekti, atau biasa dipanggil Pak Iwan.
Saya baru tahu kalau beliau termasuk salah satu orang yang sulit ditemui. Rumah singgahnya yaitu Sanggar Genjah Arum jarang terbuka bagi umum, hanya beberapa orang saja atau yang memang sesuai dengan waktu khusus dan insting beliau, bisa masuk bertamu dan lebih beruntung lagi kalau bisa ngobrol panjang lebar dengan Pak Iwan sendiri. Lucunya, Pak Iwan sendiri saat dihubungi tidak tahu siapa teman saya, tidak pernah dengar namanya, dan akan kesana bersama saya pun beliau tidak tahu. Kebetulan sedang ada di Sanggar serta insting yang bicara untuk menerima kami bertamu, katanya. Begitu sampai disana, Pak Iwan sendiri yang menyambut hangat dan kami bersalaman. Entah mengapa, saya tidak merasa canggung atau segan bertemu dengan beliau seperti yang seringkali diceritakan beberapa teman. Bagaimana mungkin? Orangnya sangat ramah bahkan cenderung senang bercanda. Beliau bercerita tentang kopi racikannya, “Saya tidak menciptakan kopi istimewa, tetapi saya membuat kopi yang bisa dinikmati oleh semua kalangan bahkan bagi yang belum pernah meminum kopi.” Sekilas tentang perkebunan yang menghasilkan kopi Arabica Osing, penanamannya dilakukan di bawah ketinggian 800 meter dpl, di sepanjang area Ijen dan Raung, oleh karena itulah kopi yang dihasilkan menjadi rendah kafein, dan rendah asam, ini yang menyebabkan kopi ini aman dikonsumsi siapa saja tanpa takut asam lambungnya naik (dan aman bagi ibu hamil dong).
Pak Iwan memang tidak hanya sekadar pecinta kopi, lebih dari itu, beliau memang cinta kota kelahirannya, Banyuwangi. Hidupnya dipersembahkan pada pelestarian budaya Banyuwangi, termasuk salah satu subkulturnya, adat Osing. Ia selalu berkata pada dirinya sendiri apa yang bisa saya lestarikan dan berikan untuk Banyuwangi? Sampai akhirnya selain 2 Ground Coffee Arabica - Kopai Osing menjadi pengusaha kopi, beliau menjadikan lahan miliknya sebagai konservasi Rumah Osing, yang menjadi satu di dalam sanggar ini. Ada sembilan rumah khas orang Osing yang berbahan kayu dengan filosofi dan sejarah masing-masing. Dengan pembinaan dari beliau serta ajakan bersama rekan-rekan lainnya, Banyuwangi punya Festival tahunan yang diadakan dengan berbagai macam seni tradisionalnya.
Saya dipersilahkan untuk mencoba menyeduh dan membuat kopi racikan sendiri, dengan cara yang sangat sederhana. Dimulai dari kopi, obrolan kami melebar hingga pembahasan lainnya, termasuk budaya lokal, hingga bahasan tentang apa yang seharusnya generasi muda bisa lakukan untuk menumbuhkan kesadaran tentang budaya kita sendiri sebagai seorang Indonesia. Bagi Pak Iwan, menyenangkan bisa bertemu dan berbincang banyak hal dengan saya seperti bertemu sahabat baru, semangat generasi muda yang ditemukan dalam beberapa kali kesempatan membuat Pak Iwan semakin bahagia dengan apa yang sudah ia lestarikan dan bina selama ini. Dan bagi saya sendiri, ini adalah tugas bagi saya serta generasi muda lainnya untuk turut serta bertanggung jawab melestarikan apa yang sudah dibangun oleh leluhur sejak dulu. Termasuk minum kopi lokal yang rasa dan kualitasnya jauh lebih baik dibanding negara lain, tentunya. Salam Kopi Indonesia :)