Melesat di Tengah Gempuran Asing

Global/Wawasan / 09 December 2014

Menjamurnya kelas menengah baru Asia dalam lima tahun terakhir membuat kawasan ini menjadi pasar yang menjanjikan. Pasca krisis ekonomi global 2008 yang membuat bisnis di tempat asal mereka lesu darah, para produsen dari Amerika dan Eropa berlomba-lomba membangun rantai distribusi di Asia.

Tak ketinggalan, pengusaha lokal juga ikut ambil bagian demi menikmati berkah pertumbuhan ekonomi Asia ini. Sejumlah merek retail pun tumbuh menjadi bisnis besar yang melambungkan kekayaan pemiliknya. Penguasaan atas wilayah dan prilaku pasar membuat retail Asia mampu bersaing dengan pemain asing.

DBS Group Research dalam serial laporan Asian Gamechangers bertajuk “Open Your Wallet, Rising Spending in Asia” menelisik barisan pemain retail lokal yang lahir dan dibesarkan oleh enterprenuer Asia. Hasilnya, delapan pemegang merek yang tampil sebagai jaringan retail yang paling melesat di Asia dengan nilai kapitalisasi pasar hingga $3,88 miliar.

Selain brand asli Asia dan dikelola oleh pengusaha lokal, retail yang masuk kelompok delapan itu harus eksis di setidaknya tiga negara atau di satu negara berpenduduk lebih dari 50 juta jiwa. Untuk yang belakangan ini, syarat pertumbuhan selama tiga tahun terahir harus melampaui 10%, demi menjamin keberlangsungan usaha.

Review yang dilakukan DBS Group Research meliputi perkembangan industri retail dan tren di negara asal, produk atau jasa yang ditawarkan, kondisi keuangan, dan ambisi perusahaan untuk tumbuh lebih besar. Poin-poin tersebut sangat penting sebagai syarat bagi para peretail untuk terus eksis dan menikmati kue pertumbuhan konsumen Asia.

Delapan pemegang merek retail tersebut adalah produk kebugaran dan gaya hidup OSIM dari Singapura dengan kapitalisasi pasar sekitar $1,5 miliar, roti dan aneka kue BreadTalk (Singapura, $239 miliar), produk kecantikan EIG (Malaysia, $67 juta) dan Sasa (Hong Kong $2,5 miliar), restoran Jollibee (Filipina, $3,9 miliar) dan MK (Thailand, $1,5 miliar), produk pakaian Giordano (Hong Kong, $1,1 miliar), dan mini market Alfamart (Indonesia, $1,6 miliar).

Retail tersebut tumbuh cepat karena memiliki lima elemen penting. Pertama, kekuatan merek yang merupakan identitas utama yang membuat konsumen langsung mengenali produk atau jasa yang ditawarkan. Merek ini biasanya fokus pada produk dan layanan tertentu dan menyasar target dan segmen pasar yang jelas.

Kedua, merek itu merupakan milik para pengusahanya, bukan merupakan franchise yang didapat dari perusahaan induk. Pemilik merek kemudian memakai cara franchise untuk memperluas pasar dengan bantuan distributor lokal. Para pemilik merek inilah yang pada akhirnya menjadi pengumpul keuntungan terbesar sehingga usahanya terus membesar.

Ketiga, pemilik usaha mengontrol proses produki barang yang dijual atau jasa yang ditawarkan ke konsumen. Fungsi kontrol ini sangat penting untuk menjaga kepuasan pelanggan, karena ada banyak pemegang merek yang tidak melakukan kontrol atas produksinya dan berakhir menyedihkan, karena mutu barang yang dipromosikan dengan yang diterima konsumen jauh panggang dari api.

Keempat, para peretail itu selalu memberikan inovasi dan pengalaman baru kepada pelanggan. Innovasi merupakan kata kunci untuk terus bertahan karena harapan konsumen terhadap suatu barang terus meningkat seiring perkembangan teknologi dan waktu. OSIM, misalnya, membaca keinginan konsumen dengan selalu merilis satu atau dua model kursi pijat baru setiap tahunnya.

Elemen kelima adalah kemampuan perusahaan untuk menerapkan strategi yang sesuai dengan negara di mana mereka membuka gerai. Faktor ini sangat penting karena pertumbuhan Asia tidak berlangsung seragam pada tahap yang sama. Tiap negara memiliki kekhususan. Di Vietnam, Kamboja, dan Myanmar yang baru berkembang, misalnya, makanan merupakan bisnis yang paling menggiurkan, sedangkan di Singapura danHongkong yang sudah maju, produk gaya hidup seperti barang mewah dan fine dining paling lebih diminati. Baca selengkapnya disini