Chatib Basri: Perlambatan Ekonomi Jadi Kunci Good Policy Atasi Defisit Fiskal

Indonesia / Ekonomi / 14 December 2014

Indonesia tengah berbenah. Gebrakan awal telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp2.000 per liter yang berlaku mulai Selasa (18/11/2014). Berbicara pada DBS Asian Insights Seminar 2014, 25 November lalu, Pengamat Ekonomi Senior dan Mantan Menteri Keuangan Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II, Chatib Basri, mengungkapkan pandangannya bahwa langkah tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi defisit fiskal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan defisit transaksi berjalan pada Neraca Pembayaran Indonesia.

Mengapa?

Menurut Chatib, keputusan yang diambil pemerintah baru ini sudah tepat. Anggaran belanja subsidi BBM yang dialokasikan pemerintah sejauh ini belum tepat sasaran. “Penikmat subsidi BBM dari pemerintah adalah kalangan menengah ke atas”, ungkapnya.

Chatib memaparkan, ”Sewaktu ditunjuk jadi menteri keuangan saat itu, saya harus menaikkan harga BBM. Menurut orang merupakan kebijakan yang tidak populis. Namun kenaikan harga BBM tidak dapat dielakkan. Tahun lalu (2013) adalah tahun yang penuh tantangan ekonomi. Opsi pemerintah hanya satu, yaitu membuat defisit dalam neraca berjalan menjadi lebih kecil dengan cara memotong pengeluaran dan menaikkan bunga. Namun, menaikkan bunga bukanlah opsi yang baik, dimana hal ini juga diamini oleh Presiden saat itu. Oleh karena itu, strateginya adalah memotong pengeluaran dengan cara menaikkan BBM sebesar 40%. Jika tahun lalu tidak dikelola dengan baik, bisa-bisa Indonesia kembali ke kondisi tahun 1998”.

Dari kacamata ekonom, tidak ada pilihan lebih strategis selain memperlambat ekonomi (economic slowdown). Jadi perlambatan sebanyak 5% saat ini memang by-design.

Terlihat jelas bahwa kunci dari transformasi negara yang dibutuhkan saat ini adalah terciptanya good policy. Desain perlambatan ekonomi ini memang yang telah paling bijak, demikian menurut Chatib.

Selain Chatib, diskusi ini juga diikuti oleh Mari Elka Pangestu, Pengamat Ekonomi Senior dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (2011-2014); Lin Che Wei, Pengamat Keuangan dan Pendiri Independent Research and Advisory Indonesia; Gundy Cahyadi, Economist di DBS Group Research; dan Maynard Arif, Head of Research di DBS Vickers.Baca selengkapnya disini