Pemulihan Ekonomi dan Politik di tengah Pandemi, Apa Langkah Selanjutnya?

Indonesia.16 Jul 2020

Bank DBS Indonesia kembali berbagi pandangan ekonomi dan politik Indonesia di tahun 2020 melalui DBS Asian Insights Conference


Indonesia, 16 Jul 2020 - Bank DBS Indonesia kembali menghadirkan Asian Insights Conference2020 bersama Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat dan Masyita Crystallin, Penasihat Khusus Kementerian Keuangan RI (Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal), serta beberapa pakar ekonomi dan politik. Konferensi tahunan kali ini mengusung tema Navigating a brave new world dengan dua topik utama, yaitu “Economy and Politics: Recovery from COVID19 - What’s Next?” dan “Fixing a Fragile World: Anticipating the Next Black Swan?”. Tema tersebut ingin memberikan pandangan dan wawasan ekonomi dan politik terkini di tengah situasi pandemi Covid-19. Hal ini bertujuan untuk memberikan wawasan untuk membantu para pelaku bisnis dalam mengambil keputusan dan menentukan arah dan tujuan bisnisnya.

“Pandemi Covid-19 berdampak pada perlambatan ekonomi dunia termasuk Indonesia. Pertanyaan yang kerap muncul adalah apakah Indonesia dapat bertahan seperti saat krisis tahun 1998. Kita melihat bahwa Indonesia saat ini lebih kuat dibanding 20 tahun lalu dari berbagai indikator ekonomi seperti PDB, cadangan devisa, utang luar negeri, sektor perbankan yang lebih kuat dan pasar keuangan yang lebih mendalam. Pemerintah menerbitkan ragam paket stimulus bagi masyarakat untuk menjaga stabilitas keuangan. Koordinasi antara lembaga pemerintahan pun sangat baik sehingga memungkinkan lembaga perbankan dapat melayani nasabah dengan baik di tengah pandemi. Sejalan dengan upaya pemerintah dalam memulihkan ekonomi, kami mempertemukan pakar ekonomi dan politik untuk berdiskusi ke mana arah penentuan kebijakan di tahun 2020 dalam acara DBS Asian Insights Conference 2020. Bank DBS Indonesia sebagai bank yang terdepan dalam wawasan bisnis dan teknologi senantiasa berupaya membantu pelaku bisnis dalam mengambil keputusan dan menentukan arah tujuan yang ingin dicapai,” ujar Paulus Sutisna, Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia

Target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi mencapai angka di atas lima persen pada awal tahun 2020, menjadi tantangan yang cukup besar untuk Indonesia. Sementara itu, International Monetary Fund (IMF) pada awal April lalu, menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 adalah 0,5 persen dari awalnya pada Oktober 2019 diperkirakan mencapai 5,1 persen. Kementerian Keuangan menyebut perekonomian RI secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh pemulihan di kuartal ketiga dan keempat. Hingga saat ini pemerintah masih akan menggunakan skenario pertumbuhan ekonomi 2020 di level minus 0,4% hingga 2,3%.

Pandemi Covid-19 tidak hanya kondisi darurat kesehatan tetapi juga darurat ekonomi, dan bahkan ada beberapa negara yang telah memasuki kondisi darurat sosial serta darurat politik. Kami optimis melalui langkah-langkah pemulihan maka ekonomi Jawa Barat akan tumbuh 2-3% di bulan Desember 2010,” ujar Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. “Selain itu, kami juga optimis menjadi provinsi pertama di Indonesia yang move on dari pandemi ini. Kami melihat terdapat tujuh peluang ekonomi di tengah pandemi: (1) investasi yang berpindah dari Tiongkok ke Segitiga Rebana, (2) pengembangan swasembada dan teknologi, (3) pertumbuhan industri kesehatan dengan produksi manufaktur alat kesehatan sendiri, (4) penerapan industri 4.0 di era new normal, (5) pengembangan digital village dengan penerapan teknologi bagi para penduduk desa, (6) penerapan  sustainable ekonomi dan industri, dan (7) pengembangan pariwisata lokal,” jelas Gubernur Provinsi Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Di saat yang bersamaan, pemerintah pusat mengerahkan berbagai strategi untuk memulihkan roda perekonomian dan memulihkan daya beli konsumen. Hal ini diimbangi dengan berbagai insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat berupa penundaan pemungutan pajak selama enam bulan untuk pajak penghasilan (PPh) pasal 21, 22 dan 25. Selain itu pemerintah juga memberikan relaksasi bea masuk ekspor untuk industri.

Masyita Crystallin, Staf Khusus Kementerian Keuangan RI, mengatakan bahwa pemerintah juga sudah bekerja sama dengan bank sentral sudah berbagi beban untuk menangani pandemi ini. Kerja sama ini juga dilakukan di seluruh negara di mana pendanaan yang diperlukan pemerintah akan dibantu oleh bank sentral dengan biaya yang rendah.

“Kita harus memiliki beberapa norma dalam mengatasi masalah ini. Untuk itu, yang kami lakukan bukanlah printing money atau helicopter money. Skema yang kami lakukan tetap sesuai pasar dan tetap jadi instrumen moneter. Ketika Bank Indonesia perlu, instrument itu bisa langsung ditarik,”jelasnya.

Salah satunya adalah dengan penerbitan sukuk global dengan yield yang baik beberapa waktu lalu. Langkah ini dilakukan untuk menghindari kontraksi ekonomi dan keterbatasan APBN.

Pemerintah juga sudah melakukan langkah antisipasi untuk mengatasi pandemi ini. Beberapa insentif sudah diberikan kepada para pelaku usaha agar ekonomi tetap bisa berjalan.Dengan insentif ini, pemerintah berharap agar kondisi masyarakat dan pelaku usaha siap untuk bergerak lagi. Pasalnya, kalau sampai ada yang tidak bergerak atau mati, maka sektor usaha akan lebih sulit untuk digerakan kembali. Dampak inilah yang harus dikurangi agar tidak terjadi dan terlalu dirasakan oleh masyarakat.

“Kami sudah melakukan persiapan yang agak panjang. Ini semua tergantung dari kebijakan pandemi itu sendiri. Dampaknya juga tidak bisa terduga panjang dan lamanya. Kami sudah siap dengan kebijakan untuk tiga tahun ke depan,” sambungnya.

Selain paket stimulus ekonomi, pemerintah juga fokus dalam meningkatkan investasi demi menahan laju perlambatan ekonomi khususnya di tengah pandemi Covid-19. “Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sudah punya strategi di kuarter pertama di mana harus mendorong investasi dari dalam negeri dan kita harus jemput bola. Kemudian, saya ingin menjelaskan bahwa dalam rangka realisasi investasi, BKPM juga ingin untuk realisasi investasi yang berkualitas. Salah satu tolak ukur investasi yang berkualitas itu adalah penyebaran investasi antara jawa dan luar Pulau Jawa yang kini hampir berimbang sekarang. Saat ini komposisi Pulau Jawa kurang lebih sekitar 51,4% sementara luar Pulau Jawa sekitar 48,6%. Kami tidak hanya melayani investasi besar tetapi juga investasi kecil di seluruh daerah. Saat ini kami fokus pada realisasi investasi yang menghasilkan produk substitusi impor yang menghasilkan nilai tambah ekonomi,” ujar Kepala Badan Koordinasi penanaman Modal, Bahlil Lahadalia. 

Selain tantangan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia saat ini, tantangan politik juga menghadang pemerintahan Presiden Jokowi. Mulai dari penolakan penetapan Omnibus Law dari berbagai lapisan masyarakat dan kritik masyarakat terhadap penanganan pandemi Covid-19. Terlebih lagi pada September, akan ada hajatan besar pilkada serentak di Indonesia. Partai-partai politik akan berlomba untuk mencari dukungan publik supaya calon-calonnya bisa menang di Pilkada. Ini akan menjadi modal besar untuk Pemilu 2024. Tantangan tersebut tentunya membawa gejolak tersendiri bagi penentuan arah kebijakan politik di Indonesia.

DBS Asian Insights Conference merupakan salah satu bentuk komitmen Bank DBS Indonesia sebagai lembaga perbankan yang digerakkan oleh tujuan dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan lingkungan. Paulus Sutisna menambahkan, “Menjadi bank yang digerakkan oleh tujuan yang berkesinambungan merupakan DNA dari Bank DBS Indonesia. Kami terus berinovasi untuk menjadi bank yang mengedepankan keseimbangan antara ekonomi, sosial serta lingkungan melalui produk dan pelayanan perbankan kami untuk mempermudah nasabah melakukan kegiatan perbankan sekaligus memberikan dampak sosial melalui aktivitas perbankan bersama kami.”

Pembicara yang turut hadir di dalam DBS Asian Insights Conference, antara lain: Piter Abdullah, Research Director Core Indonesia; Burhanuddin Muhtadi, Executive Director Indonesian Political Indicator; Gita Syahrani, Lingkar Temu Kabupaten Lestari; Fitrian Ardiansyah, Direktur Yayasan Inisiatif Dagang Hijau, serta Agus Sari, Chief Executive Officer Landscape Indonesia.

 

[END]

 

Tentang DBS

DBS adalah grup jasa keuangan terkemuka di Asia, dengan kehadiran di 18 pasar, berkantor pusat dan terdaftar di Singapura, DBS berada dalam tiga sumbu pertumbuhan utama Asia: Cina, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Peringkat kredit "AA-" dan "Aa1" bank DBS termasuk yang tertinggi di dunia.

DBS dikenal dengan kepemimpinan globalnya, dan telah dinobatkan sebagai “World’s Best Bank” oleh Euromoney, “Global Bank of the Year” oleh The Banker dan “Best Bank in the World” oleh Global Finance. Bank DBS berada di garis terdepan dalam memanfaatkan teknologi digital untuk membentuk masa depan perbankan, yang diberi nama “World’s Best Digital Bank” oleh Euromoney. Selain itu, DBS telah mendapatkan penghargaan “Safest Bank in Asia” dari Global Finance selama sebelas tahun berturut-turut sejak 2009 hingga 2019.

DBS menyediakan berbagai layanan lengkap untuk nasabah, SME dan juga perbankan perusahaan. Sebagai bank yang lahir dan dibesarkan di Asia, DBS memahami seluk-beluk berbisnis di pasar paling dinamis di kawasan. DBS bertekad membangun hubungan langgeng dengan nasabah, dan berdampak positif terhadap masyarakat melalui dukungan perusahaan sosial dengan cara bank-bank Asia. DBS juga telah mendirikan yayasan dengan total dana senilai SGD 50 juta untuk memperkuat upaya tanggung jawab sosial perusahaan di Singapura dan di seluruh Asia.

Dengan jaringan operasional ekstensif di Asia dan menitikberatkan pada keterlibatan dan pemberdayaan stafnya, DBS menyajikan peluang karir yang menarik. Bank DBS mengakui gairah, tekad, dan semangat 28.000 karyawannya, yang mewakili lebih dari 40 kebangsaan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi www.dbs.com.